Selasa, 21 Mei 2013

Tujuh Faidah Dzikir

Mengingat Allah (baca: dzikir) merupakan pokok daripada syukur. Manfaat yang besar dapat diperoleh dengan mengerjakan amalan ini. Namun, sayang sekali kebanyakan orang melupakan dan melalaikannya. Padahal, faedah dzikir itu banyak sekali, di antaranya adalah:


[1] Mendatangkan pertolongan Allah

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku pun akan mengingat kalian.” (QS. al-Baqarah: 152)

[2] Mendatangkan ampunan dan pahala yang besar


Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah, lelaki maupun perempuan, maka Allah sediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 35)

[3] Sebab hidupnya hati


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya (Allah) dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya, seperti perumpamaan orang yang hidup 
dengan orang yang sudah mati.” (HR. Bukhari)

[4] Mendatangkan ketentraman jiwa


Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ingatlah, dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tentram.” (QS. ar-Ra’d: 28)

[5] Jauh dari perangkap setan


Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang berpaling dari mengingat ar-Rahman maka akan Kami jadikan setan sebagai pendamping yang selalu menemaninya.” (QS. az-Zukhruf: 36)

[6] Jalan menuju keikhlasan

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang munafik itu berusaha mengelabui Allah, sedangkan Allah justru mengelabui mereka. Apabila mereka berdiri untuk sholat maka mereka berdiri dengan penuh kemalasan, mereka mencari-cari pujian manusia, dan mereka sama sekali tidak mengingat Allah kecuali sedikit.” (QS. an-Nisaa’: 142)

[7] Perlindungan Allah pada hari kiamat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat… di antaranya adalah seorang lelaki yang mengingat Allah dalam keadaan sepi, kemudian meneteslah air matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan yang perlu diingat bahwasanya dzikir yang benar adalah yang dilandasi keikhlasan niat dan dikerjakan dengan mengikuti Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allahul muwaffiq.

Sumber:  http://abumushlih.com


Berusaha Menyembunyikan Kebaikan

Sufyan bin Uyainah berkata: Abu Hazim rahimahullah berkata, “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu lebih daripada kesungguhanmu dalam menyembunyikan kejelekan-kejelekanmu.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 231).


al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Ilmu dan amal terbaik adalah yang tersembunyi dari pandangan manusia.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 231).

Dari Yazid bin Abdullah bin asy-Syikhkhir, dia menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang bertanya kepada Tamim ad-Dari, “Bagaimana sholat malammu?”. Maka beliau pun marah sekali, beliau berkata, “Demi Allah, sungguh satu raka’at yang aku kerjakan di tengah malam dalam keadaan rahasia itu lebih aku sukai daripada aku sholat semalam suntuk kemudian hal itu aku ceritakan kepada orang-orang.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 234)

Ibrahim at-Taimi rahimahullah berkata, “Orang yang ikhlas adalah yang berusaha menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana dia suka menyembunyikan kejelekan-kejelakannya.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 252)

Muhammad bin Wasi’ rahimahullah berkata, “Sungguh aku telah bertemu dengan orang-orang, yang mana seorang lelaki di antara mereka kepalanya berada satu bantal dengan kepala istrinya dan basahlah apa yang berada di bawah pipinya karena tangisannya akan tetapi istrinya tidak menyadari hal itu. Dan sungguh aku telah bertemu dengan orang-orang yang salah seorang di antara mereka berdiri di shaf [sholat] hingga air matanya mengaliri pipinya sedangkan orang di sampingnya tidak mengetahui hal itu.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 249)

Sumber:  http://abumushlih.com

Wajibnya Shalat Berjama’ah

Dari Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz, kepada kaum muslimin, semoga Allah memberi mereka taufiq menuju apa yang dia ridloi dan mengumpulkan kita semua bersama orang-orang takut dan bertaqwa kepada Allah. Amin.
As Salamu ‘alaikum wa rahmatulahi wa barakatuhu. Amma ba’du:

Sampai berita kepada saya bahwa kebanyakan orang telah melalaikan penunaian shalat dengan berjama’ah. Mereka beralasan dengan penggampangan oleh sebagian ulama dalam masalah itu. Maka wajib bagiku untuk menjelaskan perkara yang agung dan hebat ini.

Selayaknya seorang muslim tidak meremehkan suatu perkara yang Allah malah menganggapnya besar dalam Al Qur’an. Dan rasul-Nya juga melakukan demikian. Semoga shalawat dan salam tercurah atas beliau dengan sebaik-baik shalawat dan salam. Allah sering sekali menyebut tentang shalat dalam Al Qur’an. Dan juga membuat masalahnya besar. Allah menyuruh untuk menjaganya dan menunaikannya dengan berjama’ah. Allah mengabarkan bahwa sikap meremehkannya dan bermalas-malas menunaikannya termasuk sifat orang munafik. Allah mengatakan dalam Kitab-Nya yang Jelas:

"Jagalah shalat-shalat dan shalat wustha. Dan berdirilah (kalian semua) karena Allah (dalam shalat) dengan khusyu’ ” (Al Baqarah: 238)

Bagaimana seseorang akan dianggap “menjaga” shalat-shalat tersebut dan mengagungkannya, bila kenyataannya dia tidak mau menunaikannya bersama saudara-saudaranya dan meremehkannya. Allah Ta’ala berfirman:

"Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat serta ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (Al Baqarah:43)
Ayat yang mulia ini mengaskan wajibnya shalat dengan berjama’ah. Dan bersama-samanya orang yang shalat dalam shalat mereka. Kalau maksudnya hanya menegakkannya saja, tentu tidak akan sesuai dengan akhir ayatnya, yaitu: Ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” Karena pada Allah memerintahkan untuk menegakkannya di awal ayat. Allah berfirman:

“Dan apabila kalian berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka’at), Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu merekashalat bersamamu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata.” (An Nisa’: 102)
Walau dalam keadaan perang, Allah tetap mewajibkan shalat berjama’ah, maka bagaimana pula dalam keadaan aman?!
Kalau seseorang diperbolehkan meninggalkan shalat berjama’ah, tentu orang-orang yang sedang menghadapi musuh dan yang sedang bersiap menyerang mereka tentu lebih pantas untuk diperbolehkan meninggalkan shalat berjama’ah. Ketika realitanya tidak demikian, tahulah kita bahwa menunaikan shalat dengan berjama’ah adalah termasuk perkara wajib yang sangat penting. Dan tidak boleh bagi seorang pun untuk terlambat darinya.
Dalam shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

"Saya sangat ingin agar ada yang memimpin pelaksanaan shalat, kemudian saya pergi bersama beberapa orang sambil membawa kayu bakar mendatangi rumah-rumah orang yang tidak mengikuti shalat berjama’ah, kemudian kubakar rumah mereka.”

Dalam shahih Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu, ia berkata: “Kami (para sahabat) berpendapat bahwa tidak ada orang yang meninggalkan shalat berjama’ah kecuali dia adalah seorang munafik atau orang sakit. Dan pada masa itu orang sakit dipapah untuk bisa sampai kemasjid melaksanakan shalat.”
Ibnu Mas’ud berkata lagi: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamm telah mengajarkan kami Sunnah-Sunnah yang berisi hidayah, dan diantara Sunnah-Sunnah itu: Shalat di masjid yang disitu dilakukan adzan.”
Dalam shahih Muslim dari Ibnu Mas’ud juga, ia berkata: “Siapa yang ingin bertemu dengan Allah esok hari dalam keadaan sebagai seorang muslim, maka hendaklah dia menjaga shalat-shalat ini ketika diserukan adzan baginya. Karena Allah telah mensyari’atkan Sunnah-Sunnah yang berisi petunjuh bagi Nabi kalian, dan shala-shalat pada saat ada adzan baginya termasuk Sunnah-Sunnah yang berisi petunjuk itu. Kalau kalian shalat di rumah-rumah kalian , sebagaimana orang-orang yang tidak turut berjama’ah shalat di rumahnya, niscaya kalian akan meninggalkan Sunnah Nabi kalian. Dan bila kalian meninggalkan Sunnah Nabi kalian, pasti kalian akan sesat. Bila seseorang bersuci kemudian dia melakukannya dengan baik, kemudian menuju salah satu mesjid, maka Allah akan mencatatkan untuknya satu pahala bagi satu langkahnya. Dan mengangkatnya karena satu langkah itu satu derajat. Dan menghilangkan baginya karena langkah itu satu dosa. Kami (para sahabat) berpendapat bahwa tidak ada seseorang yang tidak ikut berjama’ah, kecuali doa seorang munafik yang tidak diragukan kemunafikannya. Dan dimasa itu seseorang ada yang mendatangi masjid untuk shalat berjama’ah dalam keadaan dipapah dua orang sampai masuk kedalam shaf.”

Dalam shahih Muslim juga dari Abu Hurairah, radliyallahu ‘anhu, ia berkata: “Ada seorang buta berkata: Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki penunjuk jalanyang tetap ke mesjid. Maka apakah saya memiliki keringanan untuk boleh shalat di rumahku? Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: Apakah engkau mendengar suara adzan memanggil untuk shalat? Kata orang itu: Ya. Kata Nabi: Maka penuhilah.”

Hadits-hadits tadi menunjukkan wajibnya shalat berjama’ah dan wajibnya menegakkannya di rumah-rumah Allah yang Allah mengizinkan kita untuk meninggikan dan menyebut-nyebut Nama-Nya didalamnya, banyak sekali. Maka wajib bagi setiap muslim untuk memperhatikan hal ini. Dan bersegera kepadanya serta saling berwasiat dengannya bersama anak-anaknya, keluarganya, tetangganya dan seluruh saudaranya kaum muslimin. Itu sebagai sikap melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan sebagai sikap waspada terhadap apa yang Allah larang dan Rasul-Nya. Dan sebagai sikap untuk tidak meniru-niru kaum munafik yang Allah banyak mencela mereka karena akhlak-akhlak mereka yang jelek dan yang paling jeleknya: Mereka bermalas-malas menunaikan shalat. Allah berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir) : tidakmasuk kedalam golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barang siapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan 9untuk memberi petunjuk) baginya.”(An Nisa’: 142-143)

Karena meninggalkannya dalam penunaian dengan berjama’ah adalah sebab terbesar untuk meningalkannya secara menyeluruh. Dan kita sudah tahu bahwa meninggalkan shalat adalah kufur, sesat dan keluar dari Islam. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

"Antara seseorang dan antara kekufuran dan syirik adalah meninggalkan shalat.”(HR Muslim dalam shahihnya dari Jabir radliyallahu ‘anhu)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Perjanjian antara kita dengan mereka adalah shalat. Maka siapa yang meninggalkannya, dia telah kafir.”

Ayat-ayat dan hadits-hadits yang menerangkan tentang pengagungan kepada masalah shalat, wajib menjaganya dan menegakkannya sebagaimana yang disyri’atkan Allah serta peringatan kepada orang yang meninggalkannya, banyak sekali.

Maka wajib atas setiap muslim untuk mejaganya pada waktunya dan menegakkannya seperti yang disyari’atkan Allah. Dan agar menunaikannya bersama saudara-saudaranya dengan berjama’ah di rumah-rumah Allah. Sebagai sikap taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta sebagai sikap waspada dari kemurkaan Allah dan sakitnya hukuman-Nya.

Bila kebenaran telah tampak dan jelas dalil-dalilnya, tidak boleh bagi seorang pun untuk berkilah darinya dengan berdalih kepada pendapat si A atau si B. karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(An Nisa’: 59)

Allah Subhanahu juga berfirman:
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (An Nur:63)

Kita tahu banyak sekali faedah dalam shalat berjama’ah, yang paling jelasnya adalah adanya sikap saling mengenal dan tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, saling berwasiat dengan kebenaran dan saling berwasiat dengan kesabaran untuk terus mengamalkannya.

Juga disana kita bisa memberikan semangat kepada orang-orang yang suka meninggalkannya, memberitahu kepada yang tidak mengetahuinya, menjauhi jalan mereka, menampakkan simbol-simbol Allah diantara hamba-Nya, mengajak kepada Allah dengan ucapan dan amalan dan banyak lagi faedah yang lainnya.

Semoga Allah memberi taufiqnya kepadaku dan juga kepada kalian untuk bisa mengamalkan apa-apa yang membuat-Nya ridla dan kebaikan dalam urusan dunia dan akhirat. Dan semoga Allah melindungi kita semua dari kejelekan-kejelekan diri-diri kita dan amal-amal kita serta melindungi kita agar jangan sampai meniru-niru sifat kaum munafik. Karena Dia Maha Dermawan lagi Maha Mulia.

Sumber:  http://fatkhiii.wordpress.com



Wasiat Malaikat kepada Rasulullah SAW pada Peristiwa Isra Mi’raj

Wasiat Malaikat kepada Rasulullah SAW pada Peristiwa Isra Mi’raj

1. Dari Ibnu ‘Abbas ra., Rasulullah bersabda: “Tidaklah aku berjalan melewati segolongan malaikat pada malam aku diisra’kan, melainkan mereka semua mengatakan kepadaku: ‘Wahai Muhammad, engkau harus berbekam.’”

2. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra., dia berkata: “Rasulullah SAW pernah menyampaikan sebuah hadits tentang malam dimana beliau diperjalankan bahwa beliau tidak melewati sejumlah malaikat melainkan mereka semua

3. Dari Ibnu ‘Umar ra., Rasululah SAW bersabda: “Tidaklah aku melalui satu dari langit-langit yang ada melainkan para malaikat mengatakan, ‘Hai Muhammad, perintahkanlah umatmu untuk berbekam, karena sebaik-baik sarana yang kalian pergunakan untuk berobat adalah bekam, al-kist, dan syuniz semacam tumbuh-tumbuhan.”

Sumber:  http://zilzaal.blogspot.com
menyuruh beliau dengan mengatakan: ‘Perintahkanlah umatmu untuk berbekam.’”

Ilmu, Perhiasan Tak Ternilai Bagi Muslimah

Seorang yang mendambakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat harus memiliki pedoman dalam menapaki kehidupannya di dunia. Dan pedoman hidup seorang hamba semua telah diatur dalam syariat Islam.

Seorang yang sukses bukanlah orang yang hidup dengan bersemboyan ‘semau gue’ dengan mengikuti hawa nafsunya, tapi orang yang sukses adalah orang yang mengambil Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dengan pemahaman As Salafus Shalih sebagai pengikat aturan hidupnya. Petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ini tidak mungkin dapat diketahui tanpa menuntut ilmu syar’i. Karena itulah, Allah dan Rasul-Nya memerintahkan setiap Muslim dan Muslimah yang baligh dan berakal (mukallaf) untuk menuntut ilmu.

Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ahmad dengan sanad hasan. Lihat kitab Jami’ Bayan Al ‘Ilmi wa Fadllihi karya Ibnu ‘Abdil Bar, tahqiq Abi Al Asybal Az Zuhri, yang membahas panjang lebar tentang derajat hadits ini)

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan bahwa ilmu yang wajib dituntut di sini adalah ilmu yang dapat menegakkan agama seseorang, seperti dalam perkara shalatnya, puasanya, dan semisalnya. Dan segala sesuatu yang wajib diamalkan manusia maka wajib pula mengilmuinya, seperti pokok-pokok keimanan, syariat Islam, perkara-perkara haram yang harus dijauhi, perkara muamalah, dan segala yang dapat menyempurnakan kewajibannya.

Sebagai hamba Allah, seorang Muslimah wajib mengenal Rabbnya yang meliputi pengetahuan terhadap nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana diberitakan dalam Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih. Selain itu, ia harus mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala bersendiri dalam Mencipta, Mengatur, Memiliki, dan Memberi Rezeki. Ia pun wajib menunaikan hak-hak Allah, yaitu beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, sebagaimana tujuan penciptaannya. Allah berfirman :

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat : 56)

Seseorang tidak akan berada di atas hakikat agamanya sebelum ia berilmu atau mengenal Allah Ta’ala. Pengenalan ini tidak akan terjadi kecuali dengan menuntut ilmu Dien (Agama Islam).

Di samping mengenal Allah, seorang Muslimah juga wajib mengenal Nabi-Nya, yaitu Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, karena beliau merupakan perantara antara Allah dengan manusia dalam penyampaian risalah-Nya. Sesuai dengan makna persaksiannya bahwa Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah hamba dan Rasul-Nya, maka ia wajib mentaati segala yang beliau perintahkan, membenarkan segala yang beliau khabarkan, menjauhi apa yang beliau larang dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang beliau syariatkan. Hal ini sesuai dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“Apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.” (Al Hasyr : 7)

Ayat ini merupakan kaidah umum yang agung dan jelas tentang wajibnya seluruh kaum Muslimin mengambil sunnah yang telah tetap dan hadits-hadits shahih dalam aqidah, ibadah, muamalah, adab, akhlak, seluruhnya. Hal ini tidak akan diketahui kecuali dengan menuntut ilmu terlebih dahulu.

Selain mengenal Allah dan Rasul-Nya, seorang Muslimah juga wajib mengenal agama Islam sebagai agama yang dianutnya, dengan memperhatikan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahihah, sehingga ia memiliki pendirian kokoh, tidak mudah terombang-ambing. Dan agar ia berada di atas cahaya, bukti, dan kejelasan dari agamanya.

Inilah masalah pertama yang disebutkan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam bukunya Al Ushuluts Tsalatsah, yaitu berilmu sebelum beramal dan berdakwah.

Seorang Muslimah juga wajib membekali dirinya dengan ilmu sebelum memasuki jenjang pernikahan, sehingga ia dapat menunaikan kewajibannya sesuai dengan tuntunan syariat.

Sebagai isteri, seorang Muslimah dituntut agar menjadi isteri yang shalihah, sehingga ia dapat menjadi perhiasan dunia yang paling baik, bukan justru menjadi fitnah atau musuh bagi suaminya. Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang sifat-sifat wanita shalihah :

“… maka wanita shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah telah memelihara mereka.” (An Nisa’ : 34)

Maksud ayat ini diterangkan oleh Asy Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi dan Asy Syaikh Salim Al Hilali rahimahumullah bahwa wanita yang shalihah adalah yang menunaikan hak-hak Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mentaati-Nya, mentaati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dan menunaikan hak-hak suaminya dengan mentaatinya dan menghormatinya, serta menjaga harta suami, anak-anak mereka, dan kehormatannya tatkala suaminya tidak ada.

Untuk menjadi wanita shalihah yang seperti ini, seorang Muslimah membutuhkan ilmu.

Sebagai seorang ibu, ia mempunyai tanggung jawab mendidik anak-anaknya agar menjadi anak- anak yang shalih dan shalihah. Di bawah kepemimpinan suami, isteri adalah penjaga rumah tangga suami dan anak-anaknya, sebagaimana dalam hadits dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bahwasanya beliau bersabda :

“Laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, wanita adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, maka setiap kalian adalah pemimpin, akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Hasil didikan seorang ibu terhadap anak-anaknya inilah yang termasuk perkara yang akan ditanyakan oleh Allah kelak di hari kiamat. Karena itulah Muslimah harus menuntut ilmu syar’i sebagai bekal mendidik anak-anak sehingga fitrah mereka tetap terjaga dan menjadi penyejuk hati karena keshalihan mereka.

Di tempat lain, bila seorang Muslimah belum menikah, maka sebagai anak ia wajib taat pada orang tuanya selama tidak memerintahkan kepada maksiat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya… .” (Al Ankabut : 8)

Dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda :

“Dosa-dosa besar ialah menyekutukan Allah, durhaka pada orang tua, membunuh jiwa (tanpa hak), dan sumpah palsu.” (HR. Bukhari)

Untuk dapat berbuat baik dan menunaikan hak-hak orang tua dengan benar, seorang Muslimah tidak bisa lepas dari ilmu.

Seluruh kewajiban ini harus dapat ditunaikan dengan dasar ilmu. Karena jika tidak, akan terjadi berbagai kesalahan dan kerusakan. Maka tidak heran, bila para Muslimah yang bodoh terhadap agamanya melakukan berbagai praktek kesyirikan dan kebid’ahan.

Akibat kebodohannya pula, banyak Muslimah yang durhaka pada suami atau orang tuanya. Atau terjadi berbagai kesalahan dalam mendidik anak sehingga muncullah generasi yang berakhlak buruk, bahkan bisa jadi durhaka pada orang tua yang telah merawat dan membesarkannya. Karena kebodohannya pula, banyak Muslimah yang tidak mengetahui bagaimana ia harus menjaga kehormatannya, sehingga ia menjadi fitnah dan terjerumus dalam perzinahan dan berbagai kemaksiatan. Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari yang demikian itu.

Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhuma berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :

“Aku berdiri di muka pintu Syurga, maka aku dapatkan mayoritas penghuninya adalah orang- orang miskin, sedang orang-orang kaya masih tertahan oleh perhitungan kekayaannya. Dan ahli neraka telah diperintahkan masuk neraka. Dan ketika aku berdiri di dekat pintu neraka, maka aku dapatkan mayoritas penghuninya adalah para wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hanya dengan menuntut ilmu, seorang Muslimah akan mengetahui jalan yang selamat. Kaum Muslimah masa kini akan menjadi baik bila mereka mau mencontoh para Muslimah generasi terdahulu (generasi salafuna shalih), mereka sangat memperhatikan dan bersemangat dalam menuntut ilmu.

Dalam sebuah hadits dari Abi Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, ia berkata : “Seorang wanita mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan berkata :

‘Wahai Rasulullah! Kaum lelaki telah membawa haditsmu, maka jadikanlah bagi kami satu harimu yang kami datang pada hari tersebut agar engkau mengajarkan pada kami apa yang telah diajarkan Allah kepadamu.’ Maka beliau bersabda : ‘Berkumpullah pada hari ini dan ini di tempat ini.’ Maka mereka pun berkumpul, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mendatangi mereka dan mengajarkan apa yang telah diajarkan Allah kepada beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun sangat bersemangat mengajar para shahabiyah, sampai-sampai beliau menyuruh wanita yang haid, baligh, dan merdeka untuk menyaksikan kumpulan ilmu dan kebaikan. Bahkan beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memutuskan udzur wanita yang tidak memiliki hijab, sebagaimana yang disebutkan dalam Shahihain dari Ummu ‘Athiyah Al Anshariyah radhiallahu ‘anha, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyuruh kami mengeluarkan wanita yang merdeka, yang haid, dan yang dipingit untuk keluar pada hari Iedul Fithri dan Adha. Adapun yang haid memisahkan diri dari tempat shalat, dan mereka pun menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslimin. Aku berkata : ‘Wahai Rasulullah! Salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.’ Beliau bersabda : ’Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.’”

Oleh karena itulah, kita dapatkan dalam sejarah Islam, di antara mereka ada yang menjadi ahli fiqih, ahli tafsir, sastrawati, dan ahli dalam seluruh bidang ilmu dan bahasa. Sebagai contoh, Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang dididik dalam madrasah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sehingga beliau menjadi wanita yang berilmu dan shalihah.

Imam Az Zuhri rahimahullah berkata : ”Seandainya ilmu ‘Aisyah dikumpulkan dan dibandingkan dengan ilmu seluruh wanita, maka ilmu ‘Aisyah lebih afdhal.”

Bahkan ‘Aisyah merupakan guru dari beberapa shahabat, ia menjadi bahan rujukan mereka dalam masalah hadits, sunnah, dan fiqih. Urwah bin Az Zubair berkata : “Aku tidak melihat orang yang lebih mengetahui ilmu fiqih, pengobatan, dan syi’ir ketimbang ‘Aisyah.”

Para wanita dari kalangan tabi’in juga berdatangan ke rumah ‘Aisyah untuk belajar, di antara muridnya adalah Amrah bintu ‘Abdurrahman bin Sa’ad bin Zurarah. Ibnu Hibban berkata : “Dia adalah orang yang paling mengetahui hadits-haditsnya ‘Aisyah.”

Di antara deretan nama wanita generasi terdahulu yang cemerlang dalam ilmu adalah Hafshah bintu Sirin yang masyhur dengan ibadahnya, kefaqihannya, bacaan Al Qur’annya, dan hadits- haditsnya. Begitu pula Ummu Darda Ash Shuqra Hujaimah, ia seorang yang faqih, ’alimah, banyak meriwayatkan hadits, cerdas, masyhur dengan keilmuan, amalan, dan zuhudnya.

Demikianlah –wahai saudariku Muslimah– mereka adalah contoh terbaik bagi kita dan telah terbukti bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat derajat orang-orang yang berilmu sebagaimana firman-Nya :

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Mujadilah : 11)

Semoga Allah memudahkan jalan bagi kita untuk menuntut ilmu dan memberikan ilmu yang bermanfaat. Amin. Wallahu A’lam Bis Shawab.

Sumber:  http://shohifah.wordpress.com













ADAB MAKAN DAN MINUM

Dalam proses makan dan minum
hendaknya senantiasa memperhatikan
adab- adab yang telah di contohkan Rasulullah SAW, yaitu:

1. Makan yang baik dan halal. 
 "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaithon; Karena Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian". (QS. Al Baqarah [2]: 168)
2. Membaca “basmalah” kalau lupa baca “Bismillahi Awwaluhu Waakhiruhu” 
Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila salah seorang dari kalian makan, maka ucapkanlah {بِسْمِ اللهِ} dan jika lupa pada waktu awalnya, maka ucapkanlah بِسْمِ اللهِ فِيْ أِوَّلِهِ وَآخِرِهِ}. (HR. Tirmidzi: 1865)
2. Makan dan minum dengan tangan kanan Umar bin Abi Salamah ra berkata:
  
"Dahulu, aku menjadi pembantu di rumah Rasulullah SAW. Dengannya aku pernah merambah piring makanan, lalu Rasulullah SAW bersabda kepadaku: "Hai nak! Ucapkan Basmalah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa yang dekat denganmu". (HR. Bukhori: 5376 dan Muslim: 2022)

3. Jangan makan dari tengah- tengah piring makan.
4. Jangan makan dan minum dari bejana emas dan perak, 
Ibnu Abbas ra berkata:
"Sesungguhnya Nabi SAW melarang bernafas pada bejana". (HR. Bukhori: 1/221 dan Muslim: 261)
Abu Sa'id Al-Khudri ra berkata:
"Rasulullah SAW melarang minum dari ujung botol/ teko". (HR. Bukhori: 10/78 dan Muslim: 2023)
5. Menjilati tangan, jari dan piring, memakan kembali suapan yang jatuh setelah menyingkirkan makanan yang kotor  

Anas bin Malik ra berkata:
"Sesungguhnya Rasulullah SAW apabila makan, beliau menjilat tiga jarinya (yang digunakan untuk makan). Beliau bersabda: "Apabila makanan kalian jatuh, ambillah dan cucilah kotorannya, lalu makanlah. Dan jangan biarkan bagian untuk syaithon. Beliau memerintahkan kami untuk membersihkan piring makanan. Beliau bersabda: "Sesungguhnya kalian tidak tahu, makanan kalian yang mana berbarokah". (HR. Muslim: 2034)

6. Makan secara bersama- sama, Rasulullah bersabda:
  
"Berkumpullah kalian ketika makan, dan sebutlah nama Allah SWT niscaya kalian diberi berkah". Dilarang mencela makanan, jika tidak suka ditinggalkan(HR. Abu Daud: 3764)

7. Tidak minum dengan berdiri.

8. Tidak boleh bernafas dalam bejana/ minum dari wadah air minum.

9. Alhamulillah setelah makan dan minum, Abu Umamah ra berkata:

"Sesungguhnya Nabi SAW apabila menyelesaikan makannya, beliau berdo'a: "Segala puji bagi Alloh yang banyak, baik dan penuh. Pujian yang tidak mencukupi, yang tidak dititipkan dan tidak dibutuhkan oleh Robb kami". (HR. Bukhori: 5458 dan Muslim: 3452)
10. Tidak boleh mencela makanan dan disunnahkan untuk memujinya.

11. Tida terlalu kenyang dalam makan dan minum.

Sumber: http://hikayatmuslimah.blogspot.com





   

 




 

Sebuah Istana Dalam Perut Bumi (+ foto)

Gua Jeita terletak di tengah sisi-sisi barat pegunungan Libanon, lebih khusus lagi di lembah al-Kalb Nahr, pintu masuk alam adalah sekitar 100 meter (330 kaki) di atas permukaan laut. Ini terletak 5 kilometer (3.1 mil) timur pantai Mediterania dan 18 kilometer (11 mil) utara Beirut masih dalam batas-batas kotamadya Jeita

Gua Jeita tergolong dalam gua berstrata Jurasik Keserouane Bawah-Tengah yang memiliki ketebalan stratigrafi dari 1.000 meter (3.300 kaki) dan terdiri dari dolostone dan kapur micritic. Strata Keserouane menjadi karstified setelah terkena udara dan kemudian terkubur dengan Kapur.

Dari pintu masuk gua kedalam .tampak dataran halus datar yang kadang-kadang terputus oleh cascades kecil dan deras. Dari barat, gua Jeita dimulai dengan aula besar dan berliku liku-liku. Melalui beberapa jeram, ukuran menjadi sempit. kemudian meluas dikenal sebagai gua Thompson (250 meter (820 kaki) panjang dan 60 meter (200 kaki) lebar), Grand Chaos 500 meter (1.600 kaki) panjang) dan Mroueh’s Hall (200 meter (660 kaki) dan 50 meter (160 kaki) lebar). Dua terakhir ini berlantai dengan blok reruntuhan. Gua berakhir dengan pola berbentuk Y, di mana, masing-masing cabang yang berakhir dengan tekanan tinggi seakan akan menyedot

Gua Jeita , gua-gua Karst yang telah terbentuk selama jutaan tahun karena perubahan kapur. batu kapur ini dilarutkan oleh asam karbonat dari air hujan dan air tanah, kemudian menjadi retak dan dengan kekuatan kekuatan-kekuatan tektonik oozes airpada batu itu dan mulai memperluas keretakan dan terbentuk gua gua .

Jeita adalah kompleks gua terpanjang di Timur Tengah, ketinggian 300 meter (980 kaki) di atas permukaan laut dan memiliki perbedaan ketinggian 305 meter (1.001 kaki). Gua Jeita adalah gua yang dieksplorasi terpanjang di Libanon. Setelah bertahun-tahun eksplorasi, speleologists telah menembus sekitar 6.200 meter (20.300 kaki) dari pintu gua rendah ke ujung sungai bawah tanah dan sekitar 2.130 meter (6.990 kaki) dari galeri atas.
Gua Atas
 Gua Jeita bagian atas memiliki panjang keseluruhan 2.130 meter (6.990 kaki) yang hanya 750 meter (2.460 kaki) dapat diakses pengunjung melalui jalan khusus ,akses ke sisa gua dibatasi untuk mencegah kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi karena para wisatawan . Gua atas berisi konsentrasi besar berbagai formasi kristal seperti stalaktit, stalagmit, kolom, jamur, kolam.
Galeri atas adalah formasi yang terkenal., Diterangi oleh sistem pencahayaan yang efektif sampai 117 meter (384 kaki) panjang, dengan terowongan beton. Bagian yang diakses oleh pengunjung memiliki tiga ruang besar, yaitu Kamar Putih dan Merah, karena formasi warna. Dripstones putih kalsit murni tanpa pencemaran, warna merah diberikan oleh oksida besi (karat) dalam jumlah kecil. di Lebanon oksida besi memiliki warna merah, bukan warna coklat krem yang umum di negara-negara utara.
Alasannya adalah reaksi kimia yang berbeda yang disebabkan oleh suhu tinggi yang menghasilkan berbagai jenis oksida besi. Kamar Putih ukuran sedang, tapi memiliki formasi yang paling mengesankan dari gua. Kamar Merah hingga 106 meter (348 kaki) tinggi, dan 30 meter (98 kaki) sampai 50 meter (160 kaki) lebar. Kamar ketiga adalah yang terbesar dari semua tiga kamar dan memiliki tinggi lebih dari 120 meter (390 kaki) [4] stalaktit terpanjang di dunia. Berlokasi di Jeita’s White Chamber; itu ukuran 8,2 meter (27 kaki) panjang. [25]
Gua bawah
Galeri rendah yang memiliki panjang keseluruhan 6.200 meter (20.300 kaki) terletak 60 meter (200 kaki) di bawah galeri atas. Hal ini dilalui oleh sungai bawah air yang kecil dan danau (the “Lake Dark”). Sungai telah rusak oleh beberapa perubahan alami yang kecil .
”Gua rendah’s Thompson’s Cavern” adalah sebuah aula besar dengan speleothems mengesankan seperti stalagmit Obelisk Eagle. ruang lainnya di galeri lebih rendah termasuk Pantheon, Grand Chaos dan Shangri-la .Pengunjung] diangkut dalam galeri rendah oleh kapal-kapal listrik untuk jarak 500 meter (1.600 kaki). Di musim dingin ,tingkat yang lebih rendah tertutup, ketika permukaan air terlalu tinggi
Nama gua berubah beberapa kali sejak penemuannya. Awalnya disebut sebagai Grottoes Nahr al-Kalb, ia kemudian dikenal sebagai Djaita, Jehita, dan akhirnya Jeita. Naher el Kalb adalah nama sungai yang mengalir melalui gua-gua, sementara Jeita, yang berarti “air menderu” dalam bahasa Aram, adalah kota di mana pintu masuk gua itu berada. Transisi dari Grottoes Nahr al-Kalb ke Jeita Grottoes terjadi pada tahun 1927 ,koran banyak menggunakan nama yang terakhir

Pada tahun 1961, Jeita menjadi simbol nasional ketika otoritas Libanon mengeluarkan perangko yang menampilkan gua yang lebih rendah untuk mempromosikan pariwisata nasional. Mr Maroun Haji, para pendayung ditampilkan pada perangko sampai 40 tahun kemudian
Selama ini kita mengenal Beirut, Lebanon, hanya sebagai daerah konflik dimana perang saudara meletus dan meluluhlantakan kota itu. Tapi tahukah anda di kota ‘panas’ itu ternyata menyimpan petualangan menantang langsung ke perut bumi.
Sebuah goa kapur Jeita Gratto menawarkan sensasi masuk ke dalam perut Beirut. Kalau anda pernah menyaksikan film petualangan “Journey to the Center of the Earth” , mungkin mirip-mirip seperti itulah situasi Jeita Grotto. Indah luar biasa! 
Pesona Jeita Grotto membuatnya masuk sebagai salah satu finalis 7 Keajaiban Dunia. Pengumuman tujuh keajaiban dunia ini baru akan dilakukan New7Wonders Foundation pada 2011. Wisata goa Jeita Grotto sempat ditutup ketika perang saudara meletus tahun 1978, dan baru dibuka kembali pada 1995.
Goa bagian bawah dihuni pada zaman prasejarah tetapi ditemukan kembali pada tahun 1836 oleh Pendeta William Thomson. Tempat ini hanya dapat dikunjungi dengan perahu karena merupakan sungai bawah tanah yang menyediakan air minum bersih untuk penduduk Beirut. 
Sedang bagian atas goa ditemukan pada tahun 1958 oleh Lebanon speleologists. Lokasinya, 60 meter (200 ft) di atas goa terbawah, di sini wisatawan dapat berjalan-jalan melihat sekeliling. Ada ruang-ruang seperti kamar yang berhiaskan stalaktit. Ruang-ruang itu paling tinggiberukuran 120 m
Jeita Grotto yang berlokasi di lembah Sungai Nahr al-Kalb, sekitar 20 km utara ibu kota Beirut, bak istana di perut bumi. Di sana ada ruang-ruang berhiaskan stalaktit yang indah. Situs itu terdiri atas dua gua kapur terpisah, yaitu gua bagian atas dan bagian bawah, tempat mengalirnya sungai bawah tanah sepanjang 6.230 meter (6,23 km).
Sebuah jembatan semen memungkinkan para turis melintasi struktur mirip istana tersebut. Juga bisa disaksikan stalaktit maupun stalagmit berkilau yang terbentuk beberapa milenium lalu melalui tetesan air sehingga tercipta jalan setapak di sekitar batu karang yang sulit dihancurkan.
Gua sepanjang 10 ribu meter (sekitar 33 ribu kaki) itu memiliki salah satu stalaktit terbesar di dunia yang menggantung 8,2 meter dari atap. Pesona Jeita Grotto mendunia. Gua peninggalan prasejarah tersebut setiap tahun dikunjungi rata-rata 280 ribu wisatawan. **
Sumber:  http://teamjabal.wordpress.com

Lilin Misterius Menyala Selama 1500 Tahun Di Atas Mayat Gadis Romawi

Seorang sarjana Australia Robbert Briggen, berpendapat bahwa manusia jaman prasejarah itu memiliki intelegensi yang lebih maju daripada ilmu pengetahuan yang kita miliki karena mereka memiliki lampu-lampu abadi.
 
”Pada bulan April 1485 mayat seorang gadis bangsawan dari zaman yunani kuno dikeluarkan dari tempat perkuburannya di “Appian Way”. Ketika para penyelidik memasuki tempat pemakamannya, mereka terkejut menemukan sebuah lampu yang menyala sejak 1.500 tahun yang lalu.
Pertanyaannya adalah dengan cara apa para nenek moyang kita membuat lampu yang bisa terus menyala hinga selama itu? Misteri itu masih tetap merupakan misteri yang pelik akan tetapi sejumlah ahli masuh terus berusaha untuk menyelesaikan masalah ini.
Beberapa orang diantara mereka seperti Briggen, mengemukakan pendapat bahwa tenaga yang digunakan untuk menyalakan lampu itu adalah sangat mungkin telah hilang dari permukaan bumi ini. Akan tetapi, tidak ada bukti yang menguatkan teori-teorinya itu. Orang pintar seperti apa yang membuat lampu yang tetap terus menyala hingga 1.500 tahun?

Sumber:  http://teamjabal.wordpress.com
 

Memahami Hakikat Dzikir

Secara bahasa Dzikir dapat dimaknai dengan mengingat Allah swt. Makna ini terkesan sangat abstrak sekali, lalu bagaimanakah dzikir itu sebenarnya?

" Ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepadamu "
[ Al-Baqarah : 152 ]

Ayat diatas mengingatkan kita dalam setiap tarikan nafas dan kesadaran manusia seyogyanya selalu menempatkan Allah sebagai pelabuhan terakhir. Berarti mannusia dapat mengingat Allah dimana saja dan kapan saja selama dia masih berada diatas Bumi-Nya. Kitapun sering melihat bermacam-macam ekspresi manusia dalam mengingat Allah SWT: menangis, berdiam diri, menyanyi, menari, dan berkata-kata.

Dalam konteks ini umat Islam tidak pernah lepas dari 3 hal; Do'a ( Permintaan kepada Allah SWT ); Wirid ( Bacaan tertentu untuk mendapatkan aliran dari Allah ); dan Zikir , yaitu segala gerak gerik dan aktifitas yang berobsesi Taqarrub kepada Allah. Termasuk juga Zikir, me lafadz kan kata-kata tertentu. Zikir sangat penting karena ia merupakan langkah pertama tapakan cinta kepada Allah.

Zikir merupakan bentuk komitmen dan kontiunitas untuk meninggalkan segala hal yang berbentuk kelupaan kepada Allah dan memasuki wilayah musyahadah ( persaksian ), mengalahkan rasa takut bersamaan dengan rasa kecintaan yang mendalam. Zikir dapat dimaknai juga " berlindung kepada Allah ." Atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa Zikir itu mengingat kepada Allah yang dapat dilakukan dengan diam-diam atau bersuara.

Zikir itu ada 2 macam, yaitu:


Pertama, zikir bi al-lisan yaitu mengucapkan lafadz-lafadz yang dapat menggerakkan hati untuk mengingat Allah. Zikir dengan pola ini dapat dilakukan pada saat tertentu dan tempat tertentu pula. Misalnya, ber Zikir di Masjid pada waktu habis Sholat. 
Kedua, zikir bi al-qalb yaitu keterjagaan hati untuk selalu mengingat Allah. Zikir ini dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Jadi tidak ada pembatasan ruang dan waktu. Pelaku Sufi lebih mengistimewakan Zikir ini karena implikasinya yang hakiki. Meskipun demikian, Zakir ( orang yang berzikir ) dapat mencapai kesempurnaan apabila ia mampu berzikir dengan lisan sekaligus dengan hatinya. Meskipun secara global terdapat dua kutub zikir, namun dalam realitasnya terdapat 7 zikir, yaitu;
Pertama, zik r bi al-lisan ( pengucapan dan bersuara ), Zik r al-nafs ( tanpa suara dan terdiri atas gerak dan lisan didalam ), Zik r al-ruh ( tembus cahaya dan sifat-sifat ilahi ), Zik r al-khafy ( penglihatan cahaya keindahan ), dan Zik r ak hfa' al-k hafy ( penglihatan realitas kebenaran yang mutlak )


Pada tahap awal pengucapan zikir memang terasa sebatas lisan. Meskipun demikian hal ini bukanlah sesuatu yang buruk. Hanya saja seseorang perlu meningkatkan kualitas zikirnya hingga benar-benar mengantarkanya pada kondisi persaksian atas kesucian dan keagungan Allah. Kontiunitas zikir mampu membawa manusia pada satu tahapan dimana pesaksian terhadap Allah memenuhi wilayah Qalb ( kalbu/hati ) Pada tahap ini zikir tidak berada diwilayah kesadaran, namun juga masuk dalam wilayah ketidaksadaran. Sehingga proses zikir pun berjalan dikala terjaga, tidur, pingsan, mati suri, bahkan sarakatul maut. Sebagaimana disinggung diatas bahwa orientasi zikir adalah penataan Qalb. Qalb memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena baik buruk aktifitas manusia sangat tergantung Qalb.


*****
Sumber: http://argatamaonline.blogspot.com
 

Mutiara Hadits: Nama yang Paling Jelek

Hadits Riwayat Abu Hurairah, RA., dari Nabi SAW, beliau bersabda,
“Nama yang paling jelek disisi Allah adalah seorang yang bernama Malikul Muluk”
Ibnu Abu Syaibah menambahkan dalam riwayatnya,
“Tidak ada malik (raja) kecuali Allah Ta’ala.”
(HR. Muslim, 3993)

Sumber: http://fairuzelsaid.wordpress.com

Penyakit Hati

Hati itu dapat hidup dan dapat mati, sehat dan sakit. Allah berfirman, artinya:”Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikankepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengahmasyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yangsekali-kali tidak dapat keluar dari padanya.” (Al-An’am : 122)

Artinya, ia mati karena kekufuran, lalu dihidupkan kembali dengan keimanan. Hati yang hidup dan sehat, apabila ditawari kebatilan dan hal-hal yang buruk, dengan tabi’at dasarnya ia pasti menghindar, membenci dan tidak akan menolehnya. Lain halnya dengan hati yang mati. Ia tak dapat

membedakan yang baik dan yang buruk. Penyakit di sini adalah penyakit syubhat. Penyakit ini lebih parah daripada penyakit syahwat. Karena penyakit syahwat masih bisa diharapkan sembuh, bila syahwatnya sudah terlampiaskan. Sedangkan penyakit syubhat, tidak akan dapat sembuh, kalau Allah tidak menanggulanginya dengan limpahan rahmat-Nya.

DUA BENTUK PENYAKIT HATI:

Penyakit hati itu ada dua macam: Penyakit syahwat dan penyakit syubhat. Keduanya tersebut dalam Al-Qur’an. Allah berfirman, artinya: “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara (melembut-lembutkan bicara) sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (Al -Ahzab:32)

Ini yang disebut penyakit syahwat. Allah juga berfirman, artinya: “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya…” (Al-Baqarah: 10)

Ciri-ciri Hati yang Sakit

Jika hati tidak merasa sakit atau pedih oleh goresan-goresan pisau kemaksiatan itulah hati yang sakit. Karena hati telah teracuni sehingga tidak bisa membedakan nilai kebenaran dan aqidah yang bathil. Di antara tanda-tanda hati yang sakit antara lain adalah hati yang berpaling dari menu-menu utama hati, yang berguna demi kebaikannya, tetapi yang dipilih justru menu-menu kotor dan meracuni.

Wallahu A’lam.

Sumber:  http://nurisfm.blogspot.com

RAHASIA PENTING DIBALIK SUJUD SAAT SHOLAT

Bismillahir-Rah­maanir-Rahim ... Seorang doktor di Amerika telah memeluk Islam kerana beberapa keajaiban yang ditemuinya dalam penyelidikannya­. Dia amat kagum dengan penemuan tersebut, sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran.

Dia adalah seorang doktor neurologi. Setelah memeluk Islam, dia amat yakin akan pengobatan secara Islam dan dengan itu telah membuka sebuah klinik yang bertemakan "Pengobatan Melalui Al-Quran".
Kajian pengobatan melalui Al-Quran membuatkan obat-obatannya berpatokan apa yang terdapat di dalam Al-quran. Diantara cara-cara yang digunakan adalah berpuasa, mengkonsumsi madu, biji hitam (blackseed) dan sebagainya.

Apabila ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam, maka doktor tersebut memberitahu bahwa semasa beliau melakukan kajian urat saraf, terdapat beberapa urat saraf di dalam urat manusia yang tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara normal.

Setelah membuat kajian yang memakan waktu cukup lama, akhirnya beliau mendapati bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak manusia melainkan pada saat seseorang itu sedang sujud ketika mengerjakan Sholat.

Urat tersebut memerlukan darah hanya untuk beberapa saat saja. Yakni, darah hanya akan memasuki urat tersebut mengikut kadar Sholat waktu yang diwajibkan oleh Islam.

Columbia University State pernah melakukan penelitian tentang otak. Ternyata, di otak terdapat sebuah bagian yang tidak teraliri darah. Tapi, bagian tersebut dapat teraliri darah bila kita melakukan gerakan khusus seperti sujud yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu.

Walaupun tidak menyebutkan secara gamblang tentang
waktu-waktu tersebut, tapi waktu-waktu tersebut berada sekitar Sholat Lima Waktu yang kita (Umat Islam) lakukan setiap hari. Efek dari teraliri-nya bagian dari otak tersebut adalah dapat membuat kerja otak menjadi maksimal. Sehingga, kemampuan otak dalam bekerja (seperti, menghitung, menghapal, belajar dan lain-lain) bisa lebih baik dan tentunya menambah kecerdasan otak kita.

Begitulah keagungan ciptaan Allah. Jadi barang siapa yang tidak menunaikan Sholat, maka otaknya tidak akan dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal.

Dengan demikian, kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam 'sepenuhnya' kerana sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agama-Nya yang indah ini.

Kesimpulannya: Makhluk Allah yang bergelar manusia yang tidak Sholat, apalagi yang tidak beragama Islam, walaupun akal mereka berfungsi dengan secara normal tetapi sebenarnya dalam sesuatu keadaan mereka akan kehilangan keseimbangan dalam membuat keputusan yang normal. Terbukti kembali jika kitalah sebenarnya yang memiliki dasar darah yang baik, ketimbang pemeluk agama lain.

Justru itu, tidak heranlah jika manusia ini kadang kala tidak segan-segan untuk melakukan perkara-perkara­ yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya, walaupun akal mereka mengetahui bahwa perbuatan yang akan dilakukan itu adalah salah dengan kehendak mereka.

Inilah adalah menggambarkan ketidak mampuan otak mereka untuk mempertimbangka­n akan perbuatan mereka itu secara lebih normal. Maka dari itu tidak heran timbulnya bermacam-macam gejala-gejala sosial masyarakat masa kini. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama mengambil hikmah dari kisah di atas.

Sumber: http://zilzaal.blogspot.com

Pria Bertato “Mirip Dajjal” Mengeluh Tak Pernah Diterima Bekerja

Seorang pria yang memiliki tato di tengah dahinya mengaku galau, karena tidak pernah diterima ketika melamar pekerjaan.

Pria berkepala plontos dan berjanggut lebat bernama Yusuf Hameed ini mengaku telah mengajukan 450 lamaran pekerjaan selama setahun terakhir, termasuk menjadi tukang cuci mobil dan petugas pembersih jalan.

Pria 40 tahun asal kota Batley, West Yorks ini mengatakan para pengusaha selalu menolak menerima lamarannya karena tato di tubuhnya.
Meski bernama Yusuf Hameed, tapi tato yang ia bikin di tengah dahinya menunjukkan salah satu simbol kepercayaan Buddha. Selain di tengah dahinya, Yusuf juga punya tato simbol Yin Yang dan gambar Thai Boxing di belakang kepalanya yang plontos.

“Ini benar-benar membuatku frustasi dan aku sulit berfikir jika tato-tato ini seperti menjadi penghalang mendapatkan pekerjaan,” kata Yusuf seperti dikutip The SUN.

“Aku bisa melihat orang-orang mengalihkan
pandangan ketika melihat tatoku.”

Meski Yusuf bersikukuh dirinya mempunyai kualitas dan ketrampilan lebih, toh belum ada satupun perusahaan yang mau menerimanya.

“Aku lebih dari memenuhi syarat untuk banyak pekerjaan, tetapi mereka semua mengatakan kepadaku kalau tatoku tidak sesuai dengan citra perusahaan.”


Yusuf yang ternyata seorang mualaf inimengaku mempunyai tato pertamanya pada usia 14 tahun, tetapi ia sekarang mengatakan dengan menyesal andaikata ia tak pernah membuat tato-tato itu. Namun seperti dilansir DailyMail, tidak disebutkan kapan dia masuk Islam dan siapa nama aslinya sebelum berganti menjadi Yusuf Hameed.

Ia mengaku membuat tato karena pengaruh teman-temannya dikala muda.

“Aku dahulu sering bergaul dengan pemuda-pemuda yang lebih tua dariku.”

Ia kini hanya berharap ada majikan yang mau menerimanya bekerja tanpa menghiraukan masa lalunya dan memberinya kesempatan. (Muslim Daily/SA)

Sumber: http://zilzaal.blogspot.com

Uang Kertas Adalah Sihir Dajjal

Oleh: Anang Rahmawan

Staf Direktorat Sistem Manajemen Investasi

Dajjal mengelabui manusia dengan menampakkan air sebagai api dan api sebagai air. Ia juga menampakkan uang kertas takbernilai sebagai harta bernilai.

Salah satu pertanda dekatnya hari kiamat adalah merajalelanya Dajjal serta Ya’jud dan Ma’jud di muka bumi ini. Terlepas dari berbagai macam tafsiran akan bangsa Ya’jud dan Ma’jud serta Dajjal ini, Rosulullah Muhammad sallalahu alayhi wa sallam telah memberikan kabar bahwa salah satu ciri dari Dajjal ini adalah bahwa mereka
membawa/menawarkan surga dan neraka, membawa sungai api dan sungai air. Tapi, sebenarnya surga yang ditawarkan adalah neraka sedangkan yang neraka adalah surga. Demikian juga halnya sungai api adalah sungai air sedangkan sungai air adalah api.

Demikian diungkapkan oleh Maulana Muhammad Ali dalam terbitan Darul Kutubil Islamiyah Jakarta setelah diterjemahkan oleh H.M. Bachrun dalam buku yang berjudul Dajjal, Ya’jud dan Ma’jud. Dalam kitab Shahih Muslim No.5227 disebutkan, Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah sallalahu alayhi wa sallam. bersabda: Inginkah kamu sekalian aku beritahukan tentang Dajjal, suatu keterangan yang belum pernah diceritakan seorang nabi kepada kaumnya? Sesungguhnya ia buta sebelah mata, ia datang dengan membawa sesuatu seperti surga dan neraka. Maka apa yang dikatakannya surga adalah neraka dan aku telah memperingatkan kalian terhadapnya sebagaimana Nabi Nuh telah memperingatkan kaumnya.’

Siapa Dajjal?
Maulana Muhammad Ali juga menuliskan bahwa mengalahkan Dajjal adalah dengan dalil. Itulah salah satu cara membentengi diri. Masih menurut Maulana Muhammad Ali, bahwa Dajjal bukanlah satu mahluk melainkan segolongan bangsa. Kamus Lisanul Arab menyebutkan beberapa pendapat mengenai hal ini, mengapa disebut namanya sebagai Dajjal. Kata Dajjal sendiri bersal dari kata dajala yang artinya menutupi (sesuatu).

Beberapa pendapat yang dikemukakan dalam kamus tersebut antara lain bahwa ia disebut Dajjal karena ia pembohong yang menutupi kebenaran dengan kepalsuan. Pendapat lain menyatakan karena ia menutupi bumi dengan bilangan atau jumlahnya yang sangat besar. Pendapat lain mengemukakan bahwa karena ia menutupi manusia dengan kekafiran maka ia disebut Dajjal. Adapula yang mengatakan karena mereka tersebar dan menutupi seluruh muka bumi.

Pendapat terakhir menyatakan bahwa dajjal itu bangsa yang menyebarkan barang produksinya, barang buatannya keseluruh dunia. Artinya ia menutupi dunia dengan barang dagangannya dan ia mentupi maksud hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata palsu dan tipu muslihat.

Uang Kertas Sihir Dajjal
Membaca ulasan Bapak Marsono, Al Wakil Wakala At Tawazun dalam artikelnya, Uang di Dunia Matrix, bahwa selama ratusan tahun kita terbelenggu dengan kesejahteraan semu dengan penggunaan uang kertas tanpa kita
menyadari bahwa dengan sistem moneter tersebut, secara pasti kesejahteraan kita terampok oleh inflasi dan tatanan kehidupan kita rusak karena riba yang merajalela. Menurut A Riawan Amin dalam Satanic Finance: True Conspiracies, uang kertas terutama dalam wujud dollar adalah komoditi ekspor yang sangat laku. Padahal ini uang yang tak bernilai sama sekali.

A Riawan Amin juga mengungkapkan bahwa sistem moneter dunia saat ini didasarkan atas tiga pilar setan yang salah satunya adalah konsep system fiat money. Apa bila diistilahkan maka fiat money alias uang kertas tidak lain adalah uang semu yang sama sekali tidak memiliki daya beli. Uang yang sayang sekali adalah pegangan hampir seluruh manusia dibumi dimasa ini.

Inilah salah satu bentuk muslihat yang dibawa oleh Dajjal. Mereka membawa sungai air, yang dalam hal ini adalah uang kertas yang tiada memiliki nilai, tidak memiliki harga yang materiil. Dengan uang ini manusia dibuai dengan kekayaan, dengan uang semu ini pula ummat Islam dicederai dalam pelaksanaan agamanya. Ummat Islam dibuai bahwa kepraktisan uang kertas akan memudahlan dalam menjalankan perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Menghitung segala bentuk infaq, menentukan zakat, shodaqoh dan lain sebagainya dengan uang kertas. Maka Ummat Islampun kehilangan ruh dari pelaksanaan syariat. Ummat islam menjadi terbiasa dengan hitungan hitungan semu dan diperdaya oleh akad-akad penuh tipu muslihat dan kecurangan dalam setiap muamalahnya. Dan hasilnya adalah kekalahan secara ekonomi pada masa kontemporer ini.

Rasululloh Muhammad sallalahu alayhi wa sallam telah berpesan untuk melawan dajjal dengan dalil, maka untuk melawan sungai air yang ditawarkan oleh golongan dajjal dalam sistem ekonomi ini, sudah tentu harus kembali pada nuqud nabawiah, mata uang surgawi dalam istilah A Riawan Amin. Mata uang yang dicontohkan Nabi Muhammad sallalahu alayhi wa sallam dalam kehidupan sehari-hari beliau, mata uang nabawiyah. Penerapan kembali uang emas dan perak seperti pada masa Rosululloh Muhammad sallalahu alayhi wa sallam dalam perekenomian internasional adalah suatu keharusan. Mengembalikan kembali tatanan perekonomian yang diridhoi oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Kesimpulan
Mempraktekkan kembali penggunaan nuqud nabawiyah, dinar dan dirham dengan standar yang benar dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam kewajiban berzakat, ketentuan tentang diyat dan hudud, serta sunnah Nabi, sallalahu alayhi wa sallam, seperti pembayaran mahar, sedekah, maupun ketentuan dalam muamalat seperti shirkat, qirad, dan lain sebagainya adalah suatu keharusan. Pelaksanaannya dengan sebaik-baiknya akan menjadikan perekonomian Ummat Islam kembali kuat dan sekaligus membentengi diri dari pengaruh Dajjal. Tidak akan ada lagi istilah krisis moneter yang tak lain akibat dari sistem uang kertas, yang sepenuhnya berbasis pada riba. Dinar dan Dirham adalah jawabannya, solusi perbaikan ekonomi Ummat.

Sumber:  http://zilzaal.blogspot.com

Di Manakah Tujuh Langit Itu?

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba‑Nya (Nabi Muhammad SAW) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda‑tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Isra’ : 1).

Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada surga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat  sebahagian tanda‑tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (QS. An‑Najm:13‑18).
Ayat-ayat itu mengisahkan tentang peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Palestina. Mi’raj adalah perjalanan dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha. Sidratul muntaha secara harfiah berarti ‘tumbuhan sidrah yang tak terlampaui’, suatu perlambang batas yang tak ada manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang tahu hal‑hal yang lebih jauh dari batas itu. Sedikit sekali penjelasan dalam Al-Qur’an dan hadits yang menerangkan apa, di mana, dan bagaimana sidratul muntaha itu.

Di dalam kisah yang agak lebih rinci di dalam hadits disebutkan bahwa Sidratul Muntaha dilihat oleh Nabi setelah mencapai langit ke tujuh. Dari kisah itu orang mungkin bertanya-tanya di manakah langit ke tujuh itu. Mungkin sekali ada yang mengira langit di atas itu berlapis-lapis sampai tujuh dan Sidratul Muntaha ada di lapisan teratas. Benarkah itu? Tulisan ini mencoba membahasnya berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini.

Sekilas Kisah Isra’ Mi’raj

Di dalam beberapa hadits shahih disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan Isra’ dan mi’raj dengan menggunakan “buraq”. Di dalam hadits hanya disebutkan bahwa buraq adalah ‘binatang’ berwarna putih yang langkahnya sejauh pandangan mata. Ini menunjukkan bahwa “kendaraan” yang membawa Nabi SAW dan Malaikat Jibril mempunyai kecepatan tinggi.

Apakah buraq sesungguhnya? Tidak ada penjelasan yang lebih rinci. Cerita israiliyat yang menyatakan bahwa buraq itu seperti kuda bersayap berwajah wanita sama sekali tidak ada dasarnya. Sayangnya, gambaran ini sampai sekarang masih diikuti oleh sebagian masyarakat, terutama di desa-desa.

Dengan buraq itu Nabi melakukan Isra’ dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis) di Palestina. Setelah melakukan shalat dua rakaat dan meminum susu yang ditawarkan Malaikat Jibril Nabi melanjutkan perjalanan mi’raj ke Sidratul Muntaha.

Nabi SAW dalam perjalanan mi’raj mula-mula memasuki langit dunia. Di sana dijumpainya Nabi Adam yang di kanannya berjejer para ruh ahli surga dan di kirinya para ruh ahli neraka. Perjalanan diteruskan ke langit ke dua sampai ke tujuh. Di langit ke dua dijumpainya Nabi Isa dan Nabi Yahya. Di langit ke tiga ada Nabi Yusuf. Nabi Idris dijumpai di langit ke empat. Lalu Nabi SAW bertemu dengan Nabi Harun di langit ke lima, Nabi Musa di langit ke enam, dan Nabi Ibrahim di langit ke tujuh. Di langit ke tujuh dilihatnya baitul Ma’mur, tempat 70.000 malaikat shalat tiap harinya, setiap malaikat hanya sekali memasukinya dan tak akan pernah masuk lagi.

Perjalanan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Dari Sidratul Muntaha didengarnya kalam‑kalam (‘pena’). Dari sidratul muntaha dilihatnya pula empat sungai, dua sungai non‑fisik (bathin) di surga, dua sungai fisik (zhahir) di dunia: sungai Efrat di Iraq dan sungai Nil di Mesir.

Jibril juga mengajak Nabi melihat surga yang indah. Inilah yang dijelaskan pula dalam Al-Qur’an surat An‑Najm. Di Sidratul Muntaha itu pula Nabi melihat wujud Jibril yang sebenarnya. Puncak dari perjalanan itu adalah diterimanya perintah shalat wajib.

Mulanya diwajibkan shalat lima puluh kali sehari‑semalam. Atas saran Nabi Musa, Nabi SAW meminta keringanan dan diberinya pengurangan sepuluh‑sepuluh setiap meminta. Akhirnya diwajibkan lima kali sehari semalam. Nabi enggan meminta keringanan lagi, “Saya telah meminta keringanan kepada Tuhanku, kini saya rela dan menyerah.” Maka Allah berfirman, “Itulah fardlu‑Ku dan Aku telah meringankannya atas hamba‑Ku.”

Di manakah Tujuh Langit

Konsep tujuh lapis langit sering disalahartikan. Tidak jarang orang membayangkan langit berlapis-lapis dan berjumlah tujuh. Kisah Isra’ mi’raj dan sebutan “sab’ah samawat” (tujuh langit) di dalam Al-Qur’an sering dijadikan alasan untuk mendukung pendapat adanya tujuh lapis langit itu.

Ada tiga hal yang perlu dikaji dalam masalah ini. Dari segi sejarah, segi makna “tujuh langit”, dan hakikat langit dalam kisah Isra’ mi’raj.

Sejarah Tujuh Langit

Dari segi sejarah, orang-orang dahulu –jauh sebelum
Al-Qur’an diturunkan — memang berpendapat adanya tujuh lapis langit. Ini berkaitan dengan pengetahuan mereka bahwa ada tujuh benda langit utama yang jaraknya berbeda-beda. Kesimpulan ini berdasarkan pengamatan mereka atas gerakan benda-benda langit. Benda-benda langit yang lebih cepat geraknya di langit dianggap lebih dekat jaraknya. Lalu ada gambaran seolah-olah benda-benda langit itu berada pada lapisan langit yang berbeda-beda.

Di langit pertama ada bulan, benda langit yang bergerak tercepat sehingga disimpulkan sebagai yang paling dekat. Langit ke dua ditempati Merkurius (bintang Utarid). Venus (bintang kejora) berada di langit ke tiga. Sedangkan matahari ada di langit ke empat. Di langit ke lima ada Mars (bintang Marikh). Di langit ke enam ada Jupiter (bintang Musytari). Langit ke tujuh ditempati Saturnus (bintang Siarah/Zuhal). Itu keyakinan lama yang menganggap bumi sebagai pusat alam semesta.

Orang-orang dahulu juga percaya bahwa ke tujuh benda-benda langit itu mempengaruhi kehidupan di bumi. Pengaruhnya bergantian dari jam ke jam dengan urutan mulai dari yang terjauh, Saturnus, sampai yang terdekat, bulan. Karena itu hari pertama itu disebut Saturday (hari Saturnus) dalam bahasa Inggris atau Doyoubi (hari Saturnus/Dosei) dalam bahasa Jepang. Dalam bahasa Indonesia Saturday adalah Sabtu. Ternyata, kalau kita menghitung hari mundur sampai tahun 1 Masehi, tanggal 1 Januari tahun 1 memang jatuh pada hari Sabtu.

Hari-hari yang lain dipengaruhi oleh benda-benda langit yang lain. Secara berurutan hari-hari itu menjadi Hari Matahari (Sunday, Ahad), Hari Bulan (Monday, Senin), Hari Mars (Selasa), Hari Merkurius (Rabu), Hari Jupiter (Kamis), dan Hari Venus (Jum’at). Itulah asal mula satu pekan menjadi tujuh hari.

Jumlah tujuh hari itu diambil juga oleh orang-orang Arab. Dalam bahasa Arab nama-nama hari disebut berdasarkan urutan: satu, dua, tiga, …, sampai tujuh, yakni ahad, itsnaan, tsalatsah, arba’ah, khamsah, sittah, dan sab’ah. Bahasa Indonesia mengikuti penamaan Arab ini sehingga menjadi Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, dan Sabtu. Hari ke enam disebut secara khusus, Jum’at, karena itulah penamaan yang diberikan Allah di dalam Al-Qur’an yang menunjukkan adanya kewajiban shalat Jum’at berjamaah.

Penamaan Minggu berasal dari bahasa Portugis Dominggo yang berarti hari Tuhan. Ini berdasarkan kepercayaan Kristen bahwa pada hari itu Yesus bangkit. Tetapi orang Islam tidak mempercayai hal itu, karenanya lebih menyukai pemakaian “Ahad” daripada “Minggu”.

Makna Tujuh Langit

Langit (samaa’ atau samawat) di dalam Al-Qur’an berarti segala yang ada di atas kita, yang berarti pula angkasa luar, yang berisi galaksi, bintang, planet, batuan, debu dan gas yang bertebaran. Dan lapisan‑lapisan yang melukiskan tempat kedudukan benda‑benda langit sama sekali tidak ada. Sedangkan warna biru bukanlah warna langit sesungguhnya. Warna biru dihasilkan dari hamburan cahaya biru dari matahari oleh atmosfer bumi.

Di dalam Al-Qur’an ungkapan ‘tujuh’ atau ‘tujuh  puluh’ sering mengacu pada jumlah yang tak terhitung. Misalnya, di dalam Q.S. Al‑Baqarah:261 Allah menjanjikan:

Siapa yang menafkahkan hartanya di jalan Allah ibarat menanam sebiji benih yang menumbuhkan TUJUH  tangkai yang masing‑masingnya berbuah seratus butir.  Allah MELIPATGANDAKAN pahala orang‑orang yang dikehendakinya….

Juga di dalam Q.S. Luqman:27:

Jika seandainya semua pohon di bumi dijadikan sebagai pena dan lautan menjadi tintanya dan ditambahkan TUJUH lautan lagi, maka tak akan habis Kalimat Allah….

Jadi  ‘tujuh langit’ semestinya dipahami pula sebagai tatanan benda‑benda langit yang tak terhitung banyaknya, bukan sebagai lapisan‑lapisan langit.

Tujuh langit pada Mi’raj

Kisah Isra’ Mi’raj sejak lama telah menimbulkan perdebatan soal tanggal pastinya dan apakah Nabi melakukannya dengan jasad dan ruhnya atau ruhnya saja. Demikian juga dengan hakikat langit. Muhammad Al Banna dari Mesir menyatakan bahwa beberapa ahli tafsir berpendapat Sidratul Muntaha itu adalah Bintang Syi’ra. Tetapi sebagian lainnya, seperti Muhammad Rasyid Ridha dari Mesir, berpendapat bahwa tujuh langit dalam kisah Isra’ mi’raj adalah langit ghaib.

Dalam kisah mi’raj itu peristiwa lahiriah bercampur dengan peristiwa ghaib. Misalnya pertemuan dengan ruh para Nabi, melihat dua sungai di surga dan dua sungai di bumi, serta melihat Baitul Makmur, tempat ibadah para malaikat. Jadi, nampaknya pengertian langit dalam kisah mi’raj itu memang bukan langit lahiriah yang berisi bintang-bintang, tetapi langit ghaib.(dakwatuna)

Sumber: http://zilzaal.blogspot.com

Ada Simbol Setan Di Uang Rp 10.000?

SIMBOL-simbol Illuminati yang lekat dengan konspirasi ‘New World Order’ tak hanya bisa ditemukan di uang dolar AS. Pada uang rupiah yang sering digunakan oleh kita dalam kehidupan sehari-hari, juga tak luput dari konspirasi setan ini. Salah satu laman blog mengungkap ‘keanehan’ yang ada di uang kertas Rp 10.000. Meski yang disebutkan dibawah ini hanya sekedar pendapat dan bukan suatu fakta yang memang disengaja, jadi tanggapi dengan pikiran terbuka. Berikut penjelasan lambang setan yang tertera pada uang kertas Rp 10.000 dibawah ini.

1. Siapkan uang Rp.10.000 yang bergambar Sultan Machmud Badarudin.

2. Lalu lipat uangnya dari atas ke depan

3. Lipat juga bagian bawah ke depan

4. Lalu kita putar 180 derajat uang yang sudah dilipat tadi, dan lihatlah!


Segitiga yang terbentuk pada hasil lipatan tadi persis seperti:


Lambang segitiga dan lingkaran di atas persis seperti membentuk “mata” illuminati seperti pada uang dollar amerika:

Kemudian jika kita teliti dan terus cermati gambar yang ada di pinggir gambar segitiga “illuminati” yang ada di uang Rp 10.000 tersebut, maka kita akan menemukan gambar:

Gambar yang ada dalam lingkaran merah itu tidak lain adalah adalah Dewa Matahari dalam mitologi Satanis.

Mungkinkah mata uang milik Indonesia ini sudah berada dibawah kekuasaan kaum satanis? Wallahu’alam.

Sumber:  http://zilzaal.blogspot.com

Pencurian Jasad Nabi Muhammad SAW

Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh kondisi umat islam pada masa dinasti Abbasiyah di Baghdad. Kondisi umat Islam saat itu menunjukkan situasi  yang semakin melemah dari waktu ke waktu.  Umat Islam mengalami perpecahan sehingga menyebabkan berdiri nya beberapa kerajaan Islam di beberapa daerah. melihat kondisi yang demikian tak di sia-siakan begitu saja oleh orang-orang nasrani yang merasa kesempatan emas untuk mencoreng wajah umat Islam dan membuat umat Islam jatuh ada di depan mata. Diam-diam mereka telah menyusun rencana untuk mencuri jasad Nabi Muhammad. Setelah terjadi kesepakatan oleh para penguasa Eropa, mereka pun mengutus dua orang nasrani untuk menjalankan misi keji itu. Misi itu mereka laksanakan bertepatan dengan musim haji. Dimana pada musim itu banyak jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru dunia untuk melaksanakan ibadah haji. Kedua orang nasrani ini menyamar sebagai jamaah haji dari Andalusia yang memakai pakaian khas Maroko. Kedua spionase itu ditugaskan melakukan pengintaian awal kemungkinan untuk mencari kesempatan mencuri jasad Nabi SAW.
 
Setelah melakukan kajian lapangan, keduanya memberanikan diri untuk menyewa sebuah penginapan yang lokasinya dekat dengan makam Rasulullah. Mereka membuat lubang dari dalam kamarnya menuju makam Rasulullah.
Belum sampai pada akhir penggalian, rencara tersebut telah digagalkan oleh Allah melalui seorang hamba yang akhirnya mengetahui rencana busuk itu
Sultan Nuruddin Mahmud bin Zanki, adalah seorang hamba sekaligus penguasa Islam kala itu yang mendapatkan petunjuk melalui mimpi akan ancaman terhadap makam Rasulullah. 
Sultan mengaku bermimpi bertemu dengan Rasulullah sambil menunjuk dua orang lelaki berambut pirang dan berujar: “ Wahai Mahmud, selamatkan jasadku dari maksud jahat kedua orang ini.” Sultan terbangun dalam keadaan gelisah lalu beliau melaksanakan sholat malam dan kembali tidur. Namun, Sultan Mahmud kembali bermimpi berjumpa Rasulullah hingga tiga kali dalam semalam.
 
Malam itu juga Sultan segera mempersiapkan diri untuk melakukan perjalanan dari damaskus ke madinah yang memakan waktu 16 hari, dengan mengendarai kuda bersama 20 pengawal serta banyak sekali harta yang diangkut oleh puluhan kuda. Sesampainya di Madinah, sultan langsung menuju Masjid Nabawi untuk melakukan sholat di Raudhah dan berziarah ke makam Nabi SAW. Sultan bertafakur dan termenung dalam waktu yang cukup lama di depan makam Nabi SAW.
style="line-height: 150%; margin: 0pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
Lalu menteri Jamaluddin menanyakan sesuatu, “Apakah Baginda Sultan mengenal wajah kedua lelaki itu? “Iya”, jawab Sultan Mahmud.
Maka tidak lama kemudian Menteri Jamaludin mengumpulkan seluruh penduduk Madinah dan membagikan hadiah berupa bahan makanan sambil mencermati wajah orang yang ada dalam mimpinya. Namun sultan tidak mendapati orang yang ada di dalam mimpi itu diantara penduduk Madinah yang datang mengambil jatah makanan. Lalu menteri Jamaluddin menanyakan kepada penduduk yang masih ada di sekitar Masjid Nabawi. “Apakah diantara kalian masih ada yang belum mendapat hadiah dari Sultan?”
Tidak ada, seluruh penduduk Madinah telah mendapat hadiah dari Sultan, kecuali dua orang dari Maroko tersebut yang belum mengambil jatah sedikitpun. Keduanya orang saleh yang selalu berjamaah di Masjid Nabawi.” Ujar seorang penduduk.
  

Kemudian Sultan memerintahkan agar kedua orang itu dipanggil. Dan alangkah terkejutnya sultan, melihat bahwa kedua orang itu adalah yang ia lihat dalam mimpinya. Setelah ditanya, mereka mengaku sebagai jamaah dari Andalusia Spanyol. Meski sultan sudah mendesak bertanya tentang kegiatan mereka di Madinah. Mereka tetap tidak mau mengaku. Sehingga sultan meninggalkan kedua lelaki itu dalam keadaan penjagaan yang ketat.
Kemudian sultan bersama menteri dan pengawalnya pergi menuju ke penginapan kedua orang tersebut. Sesampainya di rumah itu yang di temuinya adalah tumpukan harta, sejumlah buku dalam rak dan dua buah mushaf al-Qur’an. Lalu sultan berkeliling ke kamar sebelah. Saat itu Allah memberikan ilham, sultan Mahmud tiba-tiba berinisiatif membuka tikar yang menghampar di lantai kamar tersebut. Masya Allah, Subhanallah, ditemukan sebuah papan yang di dalamnya menganga sebuah lorong panjang, dan setelah diikuti ternyata lorong itu menuju ke makam Nabi Muhammad.
Seketika itu juga, sultan segera menghampiri kedua lelaki berambut pirang tersebut dan memukulnya dengan keras. Setelah bukti ditemukan, mereka mengaku diutus oleh raja Nasrani di Eropa untuk mencuri jasad Nabi SAW. Pada pagi harinya, keduanya dijatuhi hukum penggal di dekat pintu timur makam Nabi SAW. Kemudian sultan Mahmud memerintahkan penggalian parit di sekitar makam Rasulullah dan mengisinya dengan timah. Setelah pembangunan selesai, sultan Mahmud dan rombongan pulang ke negeri Syam untuk kembali memimpin kerajaannya.
 
Sumber: http://zilzaal.blogspot.com