Tinta
berwarna biru itu mulai luntur. Huruf-huruf yang terjalin telah menyatu
antar baris hingga sulit membedakan kalimat demi kalimat. Begitu rumit
membacanya. Buku usang yang menampung lautan tinta itu kutemukan
terletak di depan pintu rumahku subuh ini, tepat tanggal dua puluh tiga
April.
Bulan ini bukan bulan yang selalu basah oleh hujan. Tapi lembar-lembar kertas di dalam buku itu begitu lembab bahkan ada beberapa yang saling berlekatan hingga sulit dipisahkan dan menyiksa bola bening di kedua wajahku untuk berakomodasi memperjelas huruf-huruf yang bermukin di lembarnya.
Pelan-pelan kubuka lembar demi lembar. Hanya lembar yang mampu terpisah saja yang kubaca. Selebihnya kubaca setengah lalu berusaha menebak isinya.
23 Juli 2004
Hari ini hari istimewa buatku. Aku dan Dira resmi menjadi kekasih.
Tanggal dua puluh tiga Juli, tanggal yang sama saat aku dan kekasihku, Ameliana, resmi pacaran. Tanggal ini juga tanggal pernikahanku tiga tahun yang lalu. Betul-betul sebuah kebetulan.
25 Juli 2004
Dira keluar kota seminggu. Aku rindu.
Lembar berikutnya hanya berisi kalimat-kalimat singkat. Sepatah kata rindu. Sebaris kalimat cinta. Sebait puisi.
Harapku hari ini cinta kan bersemi
Di hatiku dan hatimu
Harapku hari ini kasihmu
Hanya untukku
Harapku semua ini kan berlangsung
Selamanya…..
Ada lembar yang hilang sehabis puisi itu. Bekas sobekannya masih tampak. Begitu tebal. Hingga tanggal yang terbaca adalah tanggal setahun kemudian.
23 Juli 2005
Genap
setahun hubunganku dengan Dira. Terlalu banyak perbedaan di antara
kami. Aku ingin berpisah. Dia enggan. Aku sudah terlanjur menyayanginya.
Tapi, aku tidak bisa berlama-lama dengannya. Apalagi mimpi buruk itu
selalu mengejarku. Aku takut….
28 Juli 2005
Mimpi
buruk itu masih betah menjadi bantalku. Saat Dira pertama kali
menciumku, tapi lebih menyeramkan. Aku harus pergi dari Dira!!! Harus
!!!
30 September 2005
Dira
berjanji akan menikahiku. Lalu entah setan mana yang merasuki tubuh
kami hingga kami hari ini ibarat menikmati buah khuldi, nikmat tapi
terlarang. Aku benci hari ini !!!!
17 Oktober 2005
Ulang
tahunku ke dua puluh dua, Dira menghadiahiku sebuah ciuman. Tak lupa ia
sertakan seikat janji tuk segera menikah. Aku percaya. Semua telah
kuberi padanya. Pikirku ia akan menikahku.
Akhir Desember 2005
Kami
makin sering bertengkar. Ada-ada saja masalah yang timbul. Aku ingin
pergi darinya, tapi perasaanku padanya sudah demikian dalam. Aku juga
telah menyerahkan milikku padanya. Laki-laki mana yang kelak bersedia
menikahiku jika tahu riwayatku ?
Januari hingga Juni 2006
Semua hambar !!! Dira makin jarang menemuiku. Aku merasa dicampakkan olehnya. Inikah lelaki ?
14 Juli 2006
Dira
datang padaku. Ia berkata akan melamarku tanggal dua puluh tiga nanti.
Tepat dua tahun hubungan kami. Dia tidak bohong padaku. Ia akan
menikahiku !!!
23 Juli 2006
Aku
menanti Dira di tugu layar bibir pantai ini. Tempat kami menghabiskan
hari berdua jika tanggal ini tiba. Tempat kami merajut mimpi-mimpi kami.
Hingga petang merangkak ia belum tiba. Aku telah mengenakan gaun yang
ia senangi. Berwarna biru. Ia akan melamarku hari ini. Itu janjinya.
Burung-burung telah pulang. Senja sudah berlari meninggalkan malam. Aku
masih menunggu. Diraku pasti datang.
Jam sepuluh malam, Dira belum datang. Kuhubungi ponselnya. Bundanya yang bercerita padaku. Hari ini Dira menikah dengan perempuan lain. Menikah atau dinikahkan…???
Aku ingin mati!!! Dibohongi oleh lelaki yang kucintai dan telah merenggut milikku adalah hal yang menyakitkan.
Dua puluh tiga awalnya, dua puluh tiga juga akhirnya…
16 September 2006
Awal
mula perkenalanku dengan dunia malam. Risih. Tapi, sudah kuputuskan,
aku ingin menjadi bagiannya !!! membalas sakit hati ini dengan
menghabiskan malam di ranjang dengan lelaki berbeda.
17 Oktober 2006
Usiaku
dua puluh tiga. Angka ini mengingatkanku pada Dira. Ingin rasanya
bertemu dengannya malam ini. Tepat di hari ini, di angka dua puluh tiga.
Aku masih merindunya…..
23 April 2007
Dira
berulang tahun hari ini. Ingin kuhadiahi sebuah ciuman yang hangat
buatnya seperti hadiahnya dahulu. Tapi, ia pasti lebih bahagia dengan
istrinya sekarang. Selamat ulang tahun sayang….
Tak ada lagi catatan setelah tanggal itu. Lembar-lembar kekuningan yang kini di depanku hampa tanpa jiwa. Kubuka lembar-lembar berikutnya, hingga tiba pada terminal. Ujung buku harian itu. Ada kisah tulisan panjang terukir di sana, dua halaman.
22 April 2020
Dira
sayang, selamat ulang tahun yang ke 36. Terlalu dini bagiku
mengucapkannya, tapi aku takut esok aku tak bersahabat lagi dengan
hidup. Aku takut udara yang kuhirup hanya zat beracun yang akan
menghambat jalan nafasku. Aku takut tak sempat mengucapkannya padamu,
sayang.
Empat belas tahun sudah kita berpisah. Waktu itu tidak membuatku lupa akan dirimu. Semua tentangmu masih terekam jelas di kepalaku. Bahkan caramu merengek padaku jika aku marah pun masih terbayang di pelupukku kini.
Dira, kau pasti sudah memperoleh kebahagianmu sekarang. Dikelilingi oleh istri dan anak-anak yang mungil, hidupmu sudah sempurna. Dahulu kita juga bermimpi yang sama, kan ? kau, aku dan anak-anak kita. Tapi, kau telah mendapatkan mimpimu. Tinggal aku yang hingga hari ini masih tertidur mengais sisa-sisa mimpi orang-orang.
Aku benci padamu. Tidak, aku cinta padamu. Sangat mencintaimu. Tapi, mengapa kau pergi dariku?(sudah lama pertanyaan ini kusimpan). Apa pengorbananku kepadamu dahulu tidak cukup ? ah…tak usahlah kita mengenang masa lalu. Kau kini sudah bahagia, buat apa kuusik lagi bahagiamu.
Sayang, aku rindu padamu. Meski aku tahu perasaan itu tak berhak lagi ada saat usia kita seperti ini. Apalagi dirimu. Tapi, salahkah aku jika di usiaku ini aku masih bermimpi membina sebuah rumah tangga denganmu ? tak usahlah kau pikirkan. Aku tak mungkin akan menikah. Aku pelacur sekarang Dira. Sosok yang paling kau benci. Orang yang dahulu kau cintai menjelma menjadi orang paling kau benci. Aku masih ingat kata-katamu dahulu kalau kau takkan menikah dengan pelacur. Begitu tegas. Aku pelacur kini, kau tak mau lagi menikah denganku kan?
Dira, hari ini aku ke tempat kita. Menantimu seperti tahun-tahun sebelumnya. Aku selalu berharap tiap tanggal dua puluh tiga kau datang di tempat itu. Sekedar mengingatku. Bagian masa lalumu yang kini lapuk. Banyak yang berubah di sana. Tapi ada dua hal yang tak berubah. Senja masih sama indahnya saat kita melihatnya berdua dan juga perasaan di hati ini tak berubah.
Esok kau bertambah usia. Semoga kebahagiaanmu hari ini akan kau rasakan selamanya. Doaku tak pernah putus buatmu, sayang. Bukankah kau pernah memintaku mendoakanmu tiap tanggal ini, sebab aku akan menjadi istrimu. Tapi, meski aku tak lagi punya harapan untuk menjadi pendampingmu, doaku masih mengalir buatmu.
Ingat puisimu buatku ? Esok tanggal dua puluh tiga. Akan kuberi kau kado terakhir dariku bersama dengan buku harian pemberianmu. Mudah-mudahan kau bangun pagi. Pandanglah ke luar pintu pagarmu usai kau baca tulisanku. Ada sebuah benda spesial buatmu sayang. Akan kuberi sendiri……
Hari ini tanggal dua puluh tiga. Ulang tahunku ke 36. Istriku pagi-pagi sudah sibuk mempersiapkan acara yang akan kami adakan sebentar. Ia asik menelepon kerabat kami saat aku keluar dan mendapati buku harian pelacur itu tergeletak di depan pintu. Buku harian yang kuhadiahkan pada kekasihku saat kami baru jadian.
Habis kubaca tulisan-tulisan di buku itu, kuarahkan pandanganku ke pagar. Embun di mata mengaburkan pandanganku pada sosok perempuan bergaun biru yang berdiri tepat di depan pagar. Kuhampiri ia. Ia menangis. Ingin rasanya kupeluk ia. Tapi, ia menunduk, menjaga jarak dariku.
“Aku pelacur Dir, jangan dekat-dekat”
“Amel….”
“Selamat ulang tahun, sayang…”, pelan ia berucap lalu diangsurkannya seikat kertas yang berwarna kekuningan padaku. Kubuka gulungannya. Semua kumpulan puisiku yang dahulu kuberi padanya. Tidak, jangan kembalikan, batinku. Aku ingin ia menyimpannya. Aku tahu makna semua ini. Aku ingin mengembalikannya padanya tapi ia sudah tak lagi berada di jarak pandangku.
“Pa, siapa tadi di luar ?” Istriku menegurku saat aku baru menutup pintu ruang tamu.
“Seorang teman lama memberiku kado dan ucapan selamat”
“Kenapa tidak diajak masuk ?”
“Ia tak mau”
“Ya sudah. Sekarang kita ke ruang makan. Anak-anak mau kasih kejutan sama papa”.
***
24 Nopember 2005….
“Amel…aku
punya puisi buatmu. Bacalah setibamu di kamar. Mulai hari ini aku akan
selalu membuatkanmu puisi. Pepuisi inilah yang akan menjadi kehidupan
kita berdua”
“Maksudmu?”
“Selama aku masih memberimu puisi atau kau masih senang membaca puisi-puisiku selama itu pulalah hidup kita”
“Aku tidak mengerti”
“Kumpulan puisi ini adalah pertanda. Jika kau telah mengembalikannya padaku, maka itu artinya kita berdua akan kembali pada asalnya..”
“Dira, jangan berbelit-belit !”
“Kelak kau akan mengerti”.
***
23 April 2020
Seorang lelaki meninggal di hari ulang tahunnya terkena serangan jantung mendadak. Seorang pelacur meninggal tertabrak truk.
sumber : fiksi.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar