Ilustrasi yang paling tepat mengibaratkan perempuan Muslim (Muslimah) adalah perhiasan atau barang mahal.
Barang mahal memiliki ciri-ciri: (1) dijual di toko berkelas, (2)
disimpan di etalase yang hanya bisa dipandang dibalik kaca, (3) disegel,
tidak bisa dibuka dan disentuh isinya, (4) tidak bisa dicoba dulu, (5)
harganya mahal dengan jaminan memuaskan, dan (6) bergaransi.
Kebalikan dari barang mahal adalah barang murah.
Ciri-cirinya: (1) adanya di toko murah, di emperan atau di pasar, (2)
tidak disegel, (3) diobral, (4) boleh dicoba, bebas disentuh-sentuh,
dipegang-pegang, dicoba berulang kali oleh banyak orang, (5) setelah
dicoba boleh tidak jadi dibeli, (6) tidak ada garansi.
Dan Islam memperlakukan perempuan persis seperti barang mahal tersebut. Diibaratkan dua jenis barang tadi,
- “toko berkelas” adalah keluarga Muslim yang bermartabat yang taat pada agama;
- “disegel, tidak bisa dibuka dan disentuh” adalah prinsip dibalik busana Muslimahnya;
- “tidak bisa dicoba dulu” adalah prinsip menjaga kehormatan dengan tidak bisa bermesraan dan menggaulinya tanpa menikahinya dulu;
- “harganya mahal”
adalah pembelinya harus laki-laki yang juga mahal (akhlaknya terjaga
dan kepribadiannya terpuji). Laki-laki murahan tidak akan sanggup
membeli perempuan mahal karena tidak akan berani, segan, malu
mendapatkannya dan merasa dirinya tidak seimbang;
- “bergaransi” adalah orisinil, dijamin masih gadis dan belum disentuh laki-laki lain.
- “bergaransi” adalah orisinil, dijamin masih gadis dan belum disentuh laki-laki lain.
Jelas,
menutup aurat adalah menjaga diri, mensegel diri, menghormati diri,
memuliakan diri. Perempuan yang menutup auratnya dengan benar dan
akhlaknya terjaga, adalah barang mahal yang tersimpan dalam etalase,
terjaga dalam sebuah kotak yang tidak bisa dibuka, tersegel, tidak bisa
disentuh dan harganya mahal.
Sebaliknya, perempuan yang membuka auratnya (betis, paha, lengan, rambut, leher dan dada, apalagi lebih dari itu) adalah “barang obralan” yang murah,
tidak perlu repot-repot ingin membukanya karena ia sudah membukanya
sendiri, silahkan bebas menatapnya bahkan menyentuh-nyentuhnya (dalam
kebebasan pergaulan), “merasakannya” (dalam kemesraan pacaran) dan
menikmatinya dengan berzina yang sekarang sudah umum dari anak SMP, SMA,
mahasiswa hingga yang sudah bersuami. Kalau sudah tidak suka lagi atau
tidak cocok, boleh tidak jadi memilikinya. Jadilah, ia barang bekas
alias sampah. Barang bekas tentu tidak berkualitas, murah, karena sudah
dipakai orang.
Mengapa perempuan yang seharusnya mahal menjadi murah?
Kata Nabi, karena hilangnya rasa malu:
“Al-hayu-u minal iman” (malu itu sebagian dari iman). “Iman itu ada
tujuh puluh cabang dan malu adalah salah satunya” (HR. Muslim). “Segala
sesuatu ada penegurnya (penjaganya), dan penegur hati adalah rasa malu!”
Sangat
menyedihkan, bila dulu perempuan malu kelihatan auratnya, sekarang
malah bangga mempertontonkannya. Maka berbaju ketat menjadi mode,
bercelana pendek berarti gaul, dan menonjolkan payudara adalah
kebanggaan. Rasa malu hilang dari perasaan perempuan. Bila perempuan
sudah kehilangan rasa malu, itu berarti kehancuran diri, keluarga,
masyarakat dan negara.
Maka
benarlah, “perempuan membuka auratnya dalam pergaulan sosial adalah
salah satu sumber kerusakan moral seksual masyarakat, termasuk dalam
masyarakat Muslim.” Dan iblis pun pernah berkata: “Perempuan adalah alat
senjataku yang paling ampuh untuk menyesatkan anak adam. Ia seperti
anak panah, sekali kulepaskan dari busurnya, jarang meleset!”
Sehubungan dengan ilustrasi barang mahal tadi, sering muncul pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini:
(1)
Bagaimana dengan perempuan yang berkerudung menutup auratnya tapi tidak
menjaga akhlaknya, bebas pacaran, bermesraan dan banyak disentuh-sentuh
apalagi sudah tidak perawan?
Jawabannya :
Ia adalah “barang mahal” yang palsu, aslinya murah bungkusnya pun
murah, kerudungnya hanya tren, mode atau ikut-ikutan sehingga gampang
dibuka dan dicoba. Ia barang tipuan yang tanpa sadar sedang menipu
dirinya sendiri.
(2)
Bagaimana dengan perempuan yang merasa tidak perlu menutup aurat yang
penting bisa menjaga diri sehingga tetap menganggap dirinya perempuan
terhormat?
Jawabannya :
Itu hanya alasan belum bisa taat pada agama. Kalau benar-benar bisa
menjaga diri, ia adalah barang mahal yang diobral. Barang bagus yang
diobral tetap saja lebih murah dan lebih rendah nilainya dari barang
mahal yang tidak diobral.
(3)
Bagaimana dengan perempuan yang mengatakan: “Ah, yang berkerudung juga
banyak yang kelakuannya parah, mendingan begini, gak berkudung tapi
punya prinsip”?
Jawabannya :
Itu artinya menutupi kesalahannya dengan kesalahan yang lain.
“Berkerudung tapi kelakuannya parah” adalah salah, “mendingan begini gak
berkerudung tapi punya prinsip” juga salah. Jadi, ia lari dari satu
kesalahan dan bersembunyi dalam kesalahan yang lain.
(4)
Bagaimana dengan perempuan (juga laki-laki) yang berusaha
mengutak-ngatik pengertian “aurat” dengan logika dan pengetahuan
Islamnya kemudian berkesimpulan menutup aurat itu tidak perlu?
Jawabannya :
Menutup aurat adalah perintah Allah yang nash-nya sangat jelas dalam
Al-Qur’an, tak bisa ditawar-tawar lagi seperti dalam dua ayat di atas.
Apapun argumennya, kalau ia laki-laki, ia sedang memaksakan keinginannya
merendahkan kaum perempuan menjadi barang murah atau murahan. Kalau ia
adalah perempuan, ia sedang memperkosa dirinya dan kaumnya agar harganya
murah dan murahan.
(5)
Bagaimana dengan pemikir, ulama bahkan ahli tafsir yang mengatakan
menutup aurat seluruh badan itu tidak perlu, karena pengertian
“sebenarnya” tentang aurat (ditinjau dari bahasa Arab, ulumul Qur’an,
ilmu tafsir, ilmu hadits, sejarah dsb) bukanlah yang secara konvensional
difahami selama ini yaitu seluruh tubuh kecuali muka dan dampal tangan?
Jawabannya :
Apapun argumennya, seluas apapun ilmunya, ia sedang melegitimasi
penolakannya pada perintah Tuhan dan tuntunan Nabi dengan pikirannya
berdasarkan hawa nafsu ilmu agamanya (ini paling berat
pertanggungjawabannya di akhirat kelak). Ingat, ilmu yang tidak
bermanfaat adalah ilmu yang tidak menumbuhkan kesadaran malah menjadi
penolakan dan pembantahan pada perintah Tuhan sendiri.
(6)
Karena masih ada sebagian “orang pinter” dan “ahli agama” yang
memperdebatkan, bagaimana sebenarnya jawaban pasti batas-batas aurat
wanita?
Jawabannya: yang diperintahkan Allah untuk ditutup saat shalat menyembah-Nya. Itulah batasan aurat yang pasti!!
Perintah
agama begitu masuk akal, rasional dan sangat jelas untuk memuliakan
kaum perempuan. Menghadapi perintah Tuhan hanya satu: “Sami’na wa
atha’na!” (Kami dengar dan kami taat) bukan dengan diskusi dan analisis,
sekali lagi.............Bukan dengan diskusi & Analisis.
Ilustrasi-ilustrasi
di atas hanya untuk menguatkan bahwa perintah agama sebenarnya
berlandaskan akal sehat agar manusia mampu menangkap kebenaran,
menyadarinya dan melaksanakannya. Tapi, tentu saja, apakah ingin menjadi
perempuan mahal atau perempuan murah berpulang pada diri masing-masing.
Silahkan memilihnya sendiri. Bebas-bebas saja kok. Mau sadar atau tidak
kitalah yang menentukan!! Mau selamat atau celaka kelak di akhirat
kitalah yang menanggungnya.
Sumber: http://situs-lakalaka.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar