Kaum muslimin yang dirahmati Allah. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah ta’ala,
yang senantiasa mencurahkan kepada kita nikmat dan bimbingan-Nya.
Salawat dan salam semoga terlimpah kepada nabi Muhammad, para
sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia. Amma ba’du.
Menjadi seorang muslim merupakan sebuah kebahagiaan yang sangat
agung. Sebab dengan keislaman yang ada pada dirinya itulah Allah akan
menerima amal dan ketaatannya. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agama maka tidak
akan diterima darinya dan kelak di akhirat dia pasti termasuk golongan
orang-orang yang merugi.” (QS. Ali ‘Imran: 85)
Oleh sebab itu seorang muslim akan berusaha untuk menjaga agama dan
aqidahnya agar tidak rusak dan hanyut dalam gelombang kekafiran dan
kemunafikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Bersegeralah kalian menggapai amal-amal sebelum datangnya
berbagai fitnah laksana potongan malam yang gelap gulita; pada pagi hari
seorang masih beriman namun sore harinya berubah menjadi kafir, atau
sore hari beriman namun keesokan harinya berubah menjadi kafir. Dia
menjual agamanya demi mendapatkan kesenangan dunia.” (HR. Muslim)
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah. Fitnah di dalam hidup ini
beragam bentuknya. Hakikat fitnah itu adalah ujian dan cobaan dari Allah
untuk hamba-hamba-Nya; dalam rangka membuktikan kebenaran iman dan
ketulusan penghambaan mereka kepada-Nya. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Apakah manusia itu mengira dia ditinggalkan
begitu saja mengatakan: Kami beriman, lalu mereka tidak diberikan ujian?
Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah akan
mengetahui orang-orang yang jujur dengan orang-orang yang dusta.” (QS.
Al-’Ankabut: 2-3)
Iman itu sendiri bisa mengalami penambahan dan pengurangan,
peningkatan dan kemerosotan. Ia akan bertambah dengan ketaatan dan
berkurang karena perbuatan kemaksiatan. Diantara perkara yang bisa
memperkuat dan mengokohkan kembali iman adalah dengan merenungkan
ayat-ayat Allah dan mengamalkannya di dalam sudut-sudut kehidupan kita.
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Hanyalah orang-orang beriman itu adalah jika
disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka, apabila dibacakan
kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah imannya, dan mereka bertawakal
hanya kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)
Para ulama menjelaskan, bahwa iman itu terdiri dari dua bagian.
Sebagian berupa sabar, dan sebagian lagi berupa syukur. Sabar adalah
menerima musibah yang menimpa dengan lapang dada, walaupun memang ia
terasa pahit dan menyakitkan. Akan tetapi ingatlah bahwa musibah itu
datang dari sisi Allah Dzat Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang beriman kepada Allah maka
Allah akan berikan petunjuk ke dalam hatinya.” (QS. At-Taghabun: 11)
Alqomah -seorang tabi’in- menafsirkan ayat ini, bahwa orang yang
dimaksud adalah seorang yang tertimpa musibah lalu dia menyadari
bahwasanya musibah itu datang dari sisi Allah, sehingga dia pun merasa
ridha dan pasrah kepada kehendak Allah. Sehingga, dengan bersabar akan
diperoleh pahala berlipat ganda. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang sabar itu akan
disempurnakan balasan pahala mereka tanpa ada perhitungan.” (QS.
Az-Zumar: 10).
Sabar memang terasa pahit akan tetapi buahnya jauh lebih manis
daripada madu; sebagaimana diungkapkan oleh sebagian ulama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya balasan yang besar bersama dengan cobaan yang
besar pula. Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu kaum maka
Allah akan timpakan cobaan (musibah) kepada mereka.” (HR. Tirmidzi, dan
beliau menghasankannya)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang menempa diri untuk sabar maka Allah akan
jadikan dia penyabar. Dan tidaklah seorang diberikan suatu karunia yang
lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kaum muslimin yang dirahmati Allah. Namun, sebenarnya sabar tidak
hanya meliputi sabar ketika tertimpa musibah. Terdapat bentuk kesabaran
yang lain, yaitu sabar di atas ketaatan dan sabar dalam menjauhkan diri
dari berbagai bentuk kemaksiatan.
Ketika seorang hamba berusaha menuntut ilmu maka dia harus bersabar
dalam menjalaninya. Demikian pula ketika dia berusaha mengamalkan ilmu
yang telah dia dapatkan, pun dibutuhkan kesabaran. Tidak berhenti di
situ, tatkala dia mendakwahkan ilmu dan kebenaran itu kepada orang lain
pun dibutuhkan kesabaran. Sehingga sabar akan senantiasa mewarnai gerak
langkah dan aktifitas ketaatannya.
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di
atas jalan Kami maka Kami akan menunjukkan kepadanya jalan-jalan menuju
keridhoan Kami.” (QS. al-’Ankabut: 69). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga bersabda, “Seorang mujahid adalah orang yang berjuang
mengendalikan nafsunya di atas ketaatan kepada Allah. Dan seorang
muhajir/yang berhijrah adalah yang meninggalkan segala yang dilarang
Allah.” (HR. Ahmad, disahihkan al-Albani)
Yang terpenting dalam melaksanakan ketaatan dan tidak boleh kita
lupakan adalah hendaknya kita selalu membersihkan dan memurnikan niat
kita untuk mencari wajah Allah saja, bukan untuk selain-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya setiap amal itu diukur dengan niatnya. Dan
setiap orang akan dibalas sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang
hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan
Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin dia
dapatkan atau wanita yang ingin dia nikahi, maka hijrahnya hanya akan
mendapatkan balasan seperti apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Sehingga seorang harus berjuang untuk menggapai keikhlasan dalam
segala amal ibadahnya, ketika mengerjakan sholat, ketika berpuasa,
ketika bersedekah, ketika berdakwah, ketika meninggalkan maksiat, dan
lain sebagainya. Semuanya membutuhkan kesabaran dan keikhlasan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sabar itu cahaya yang panas.” (HR. Muslim). Sabar akan
menerangi kehidupan kita, namun untuk mencapainya kita harus berjuang
dan melawan berbagai keinginan nafsu dan ambisi-ambisi dunia yang rendah
dan hina. Wallahul musta’aan.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah. Jenis sabar yang lain adalah
sabar dalam menghindarkan diri dari maksiat. Sebagaimana kita ketahui
bahwa hawa nafsu senantiasa mengajak kepada hal-hal yang buruk dan
merusak kehidupan. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya nafsu itu senantiasa mengajak
kepada keburukan, kecuali yang dirahmati Rabbku.” (QS. Yusuf: 53).
Oleh sebab itu Allah ta’ala
menjanjikan kepada orang yang merasa takut kepada Allah dan menahan
dirinya dari memperturutkan kemauan hawa nafsunya dengan balasan surga.
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Adapun barangsiapa yang merasa takut kepada
kedudukan Rabbnya serta menahan diri dari memperturutkan hawa nafsunya
maka surga lah tempat tinggalnya.” (QS. An-Naz’iat: 40-41)
Dari sini, kita menyadari bahwa sabar memiliki peranan yang sangat besar
dalam menjaga keimanan seorang hamba. Baik sabar dalam menghadapi
musibah, sabar dalam menjalankan ketaatan, maupun sabar dalam menjauhi
maksiat. Karenanya Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu
berkata, “Sabar di dalam iman bagaikan kepala di dalam tubuh manusia.”
Apabila kepala hilang maka hilang pula nyawa tubuh tersebut dan pada
akhirnya tidak tersisa iman pada orang yang tidak memiliki kesabaran.
Semoga Allah ta’ala
memberikan kepada kita kekuatan iman, sehingga kita bisa bersabar dalam
menghadapi musibah, dalam menjalani ketaatan, dan menjauhi maksiat. Dan
semoga Allah membantu kita untuk mewujudkan syukur kepada-Nya dengan
hati, lisan, dan anggota badan kita. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Sungguh, jika kalian bersyukur pasti Aku
tambahkan nikmat kepada kalian, akan tetapi jika kalian kufur maka
sesungguhnya azab-Ku teramat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Sumber: http://abumushlih.com
keren sekali isi artikelnya
BalasHapusmesin scania