Oleh : Rudi Al-Farisi
Seorang
sahabat, Mimi namanya, kami bersahabat puluhan tahun sejak kami
sama-sama duduk di sekolah dasar (SD), selama beberapa tahun itu saya
mengenalnya, sangat mengenalnya, Mimi gadis sederhana, anak tunggal
seorang juragan sapi perah di wilayah kami, memiliki mata sebening kaca,
dan lesung pipit yang manis menawan siapa saja akan runtuh hatinya jika
memandang senyumnya, termasuk saya’. dan nilai tambahnya adalah dia
seorang yang sangat sholehah, yang patuh pada kedua orang tuanya.
Tetapi
Ranu, Don Juan yang satu ini juga sangat menyukai Mimi, track recordnya
tidak menggoyahkannya untuk merebut hati Mimi. Sedangkan saya hanya
bisa menatap cinta dari balik senyuman tipis ketegaran.
Setiap pagi hari, petugas rutin kantor pos pasti sudah nangkring di sudut rumah besar di ujung gang kampung kami, (rumah Mimi).
Menunggu pemilik rumah membukakan pintu demi dilewati selembar surat warna merah jambu milik Ranu untuk sang pujaan hatinya.
Sedang Mimi yang semula tak bergeming, menjadi kian berbunga-bunga diserang ribuan rayuan gombal milik don juan.
Merekapun
pacaran dari mulai kelas 1 SMP bayangkan, hingga menikah. Sebagai
tetangga sekaligus teman yang baik, saya hanya bisa mendukung dan ikut
bahagia dengan keadaan tersebut. (walaupun hati ini meratap) Apalagi
Mimi dan Ranu saling mendukung, dan sama-sama bisa menjaga dirinya,
hingga ke Pelaminan,,Insyaallah.
Hingga
tiba ketika selesai kuliah, mereka berdua ingin mewujudkan cita-cita
bersama, membina keluarga, yang sakinah, mawaddah, dan warohmah.
Namun,
namanya hidup pasti ada saja kendalanya, dibalik kesejukan melihat
hubungan mereka yang adem anyem, orang tua Ranu yang salah satu anggota
di DP….!! itu, menginginkan Ranu menikahi orang lain pilihan kedua orang
tuanya, namun Ranu rupanya cinta mati dengan Mimi, sehingga mereka
memutuskan untuk menikah, sekalipun diluar persetujuan orang tua Ranu,
dan secara otomatis Ranu, diharuskan menyingkir dari percaturan hak
waris kedua orang tuanya, disertai sumpah serapah dan segala macam
cacian.
Ranu
akhirnya melangkah bersama Mimi, setelah menikah, mereka pergi menjauh
keluar dari kota kami, Dumai, menuju Pekan Baru, dengan menjual seluruh
harta peninggalan kedua orang tua Mimi yang sudah tidak ada, (semenjak
Mimi di bangku SMA, orang tuanya kecelakaan). Untuk mengadu nasibnya
menuju ke Pekan Baru " Kota Bertuah" Istilah si Mimi dan Ranu.
Saya
hanya dipamiti sekejap, tanpa bisa berkata-kata, hanya saling
bersidekap tangan didada dan terharu panjang, Mimi menitipkan salam
untuk Ibu yang sudah dianggapnya seperti Ibunya sendiri.
Masih
tajam dalam ingatan, Mimi pergi bergandengan tangan dengan sang kekasih
abadi pujaan hatinya “Ranu”, melenggang pelan bersama mobil yang
membawa mereka menuju "Kota Bertuahnya" Pekan Baru.
Selama
setahun, kami masih rutin berkirim kabar, hingga tahun kelima, dimana
saya masih membujang dan masih menetap tinggal di Dumai, sedang Mimi
entah kemana, hilang tak ketahuan rimbanya, setelah surat terakhir
mengabarkan bahwa dia melahirkan anak keduanya, kemudian setelah itu
kami tidak mendengar kabarnya, lagi.
Bahkan
Ibuku yang sudah berhijrah hampir tiga tahun ini di Pekan Baru tempat
kakakku juga tidak bisa melacak keberadaan Mimi, Mimi lenyap ditelan
bumi, hanya doa saya dan Ibu serta sahabat-sahabat yang lain yang masih
rutin kami panjatkan, untuk keberuntungan Mimi di sana.
Sampai
di suatu siang yang terik, di hari sabtu, kebetulan saya berada dirumah
karena kantor memang libur dihari sabtu dan minggu, tiba-tiba saya
dikejutkan oleh suara ketokan pintu dikamar, mbak "Inul" patner kerja
(alias Pembantu) kami mengabarkan ada tamu dari Pekan Baru, siapa
gerangan pikir saya ketika itu.
Setelah
saya temui, lama sekali saya memeperhatikan tamu tersebut, perempuan
cantik berkulit putih, tapi bajunya sangat lusuh beserta ketiga anaknya,
yang dua laki-laki kurus, bermata cekung terlihat sangat kelelahan, dan
seorang bayi mungil dalam gendongan.
Sejenak
saya tertegun, lupa-lupa ingat, hingga suara perempuan itu mengejutkan
saya " Faris….Faris khan !", sejenak, dia ragu-ragu, hingga kemudian
berlari merangkul saya, sambil terisak keras dibahu saya, saat itu saya
hanya bisa diam tertegun dan tak tahu mau melakukan apa, dan saya tidak
bisa menepis karena hal ini bukan muhrimnya.
Lalu
setelah ia puas menangis, pelukan itu baru lepas, ketika kami
dikejutkan oleh tangis bayi Mimi yang keras, yang rupanya tanpa kami
sadari telah menyakitinya, dan menekan bayi itu dalam pelukan kami.
Masyaallah !.semoga Allah mengampuni…..
Saya
menjauhkannya dari bahu saya sambil masih ragu, berguman pelan
"Mimi…Mimikah ?" Masyaallah…!, sekarang giliran saya yang ingin
merangkul Mimi, tapi karena syari’at masih membayang dibatin. Aku hanya
bisa bersidekap tangan didada tanpa bisa meluapkan perasaanku melihat
kondisinya. Anak-anak Mimi yang melihat kami hanya termangu,
Mimi
terlihat lebih tua dari usianya, namun kecantikan alaminya masih
terlihat jelas, badannya kurus, dengan jilbab lusuh, yang berwarna
buram, membawa tas koper berukuran besar yang sudah cuil dibeberapa
bagian, mungkin karena gesekan atau juga benturan berkali-kali, seperti
orang yang telah berjalan berpuluh-puluh kilometer.
Tanpa
dikomando saya langsung mempersilahkan Mimi masuk kedalam rumah,
membantu membawakan barang-barangnya, dibantu mbak Inul, meletakkan
barangnya di ruang tamu, rumah saya.
Menunda
beberapa pertanyaan yang telah menggunung dipikiran saya, Saya menatap
dalam-dalam, Mimi sedemikian berubahnya, perempuan manis yang dulu saya
kenal kini terlihat sangat berantakan, Masyaallah !, Mimi …ada apa
denganmu!.
Saya
menunda pertanyaan saya, hingga Mimi dan anak-anaknya mau saya paksa
beristirahat beberapa hari dirumah saya, ia tidur dikamar ibu yang sudah
dirapikan mbak Inul, saya rindu padanya, dan juga terharu melihat
keadaannya.
Beberapa
hari beristirahat dirumah saya, saya baru berani menanyakan tentang
kabar keadaannya sekarang. Kami duduk diruang tamu sambil cerita ringan.
Semula
Mimi terdiam seribu bahasa pada saat saya tanya keadaan Ranu, matanya
berkaca-kaca, saya menghela nafas dalam, menunggu jawabannya lama, dalam
hitungan menit hingga keluarlah suara parau dari mulutnya…
"Mas Ranu, Ris….sudah berpulang kepada-Nya lima bulan yang lalu".
"Oh"
desah saya pelan, kata-kata Mimi membuat saya tercekat beberapa saat,
namun sebelum saya sempat menimpali, bertubi-tubi Mimi menangis sambil
setengah meracau "Mas Ranu kena kanker paru-paru, karena kebiasaannya
merokok tiga tahun yang lalu, semua sisa peninggalan orang tuaku sudah
habis terjual ludes, untuk biaya berobat, sedang penyakitnya bertambah
parah, keluarga mas Ranu enggan membantu, kamu tahu sendiri khan, aku
menantu yang tidak diinginkan, dan ketika Mas Ranu meninggal,
orangtuanya masih saja membenciku, mereka sama sekali tidak mau
membantu, aku bekerja serabutan di Pekan Baru, Ris.., mulai jadi tukang
cuci, pembantu rumah tangga, dsb, hingga Mas Ranu meninggal,
keluarganya, hanya memberiku uang sekedarnya untuk penguburan Mas Ranu,
hingga aku terpaksa menjual rumah tempat tinggal kami satu-satunya, dan
dari sana aku membayar semua tagihan rumah dan hutang-hutang pada
tetangga, sisanya aku gunakan untuk berangkat ke Dumai, aku tidak
sanggup mengadu nasib disana Ris…." Kata-kata Mimi berhenti disini,
disambut isak tangisnya, sedang saya yang sedari tadi mendengarkan tak
kuasa juga menahan haru yang sudah sedari tadi menyesak di dada.
Setelah kami sama-sama tenang, saya bertanya pada Mimi " Lalu apa rencanamu, Mimi ?".
Mimi
tertegun… dia memandang saya nanar, saya menundukkan pandangan, karena
saya takut terbawa rayuan syetan. kemudian dia mengulurkan tangan,
memberikan seuntai kalung emas besar, "Sisa hartanya " begitu kata Mimi.
"Ini
untukmu Ris.., aku gadaikan padamu, pinjami aku uang untuk modal usaha,
dan kontrak rumah kecil-kecilan, aku tidak mau merepotkanmu lebih dari
ini Ris..".
Aku
yang menahan haru, sontak mataku langsung mengalirkan sesuatu, walaupun
aku lelaki, namun hati ini bertindak sebagai makhluk tuhan yang
berperasaan. kembali kami hanyut dalam haru.
Pelan-pelan
saya, meraih kalung itu dari meja, menimbang-nimbang, pikiran saya
melayang menuju sisa uang saya di amplop, dalam tas, Jum'at kemarin saya
baru saja mendapat lembur-an, sebagai pegawai di suatu instansi, nilai
lembur saya sangatlah kecil jika dibandingkan dengan pegawai yang lain
tentunya, tapi itulah sisa uang saya, saya mengeluarkan amplop tersebut
dari dalam tas, di kamar, semua saya infaqkan untuk Mimi, semata mata
karena ikhlas.
Mimi
menatap amplop di tangan saya, sejurus kemudian saya meletakkan amplop
tersebut diatas meja sambil berkata "Ini sisa uangku Mimi, kamu ambil,
nanti sisanya, biar saya pikirkan caranya, kamu butuh modal banyak untuk
mulai usaha"
Keesokan
harinya, saya menjual kalung Mimi, pada sahabat baik saya yang lain,
kebetulan ia seorang pemodal-muslim, yang baik hati,.. "Thanks ya
Hans".., saya menceritakan tentang keadaan Mimi pada mereka, Hans dan
Istrinya banyak membantu " Ya Allah limpahilah berkah pada orang-orang
baik seperti mereka".
Singkat
cerita, Mimi bisa mulai usahanya dari modal itu, mengontrak rumah kecil
didekat rumah saya, Alhamdulillah !, sekarang ditahun kedua, usahanya
sudah menampakkan hasil, Mimi sudah sedemikian mandiri, banyak yang bisa
saya contoh dari pribadinya yang kuat yaitu Mimi adalah pejuang sejati,
ulet, sabar, dan kreatif.
Kuat
karena Mimi enggan bergantung pada orang lain, dan tegar karena diterpa
cobaan bertubi-tubi, Mimi tetap, kokoh, dan tidak bergeming sedikitpun,
dia juga Smart, tahu dimana dia harus meminta pertolongan pada orang
yang tepat, dan tentu saja muslimah yang taat beribadah, hingga Allah
pun tak enggan membantunya.
Saya
hanya berpikir dan yakin pasti ada jutaan Mimi-Mimi, diluar sana, akan
tetapi pastinya sangat jarang yang melampui cobaan bertubi-tubi seperti
dirinya dengan Indahnya.
Saya
hanya ingin berbagi…..cobalah kita lihat, Mimi tetangga saya kini dan
setiap pagi selalu menyapa riang saya, wajah cantiknya kembali bersinar,
meskipun ia menyandang status janda. Yang kemudian dia tekun mendengar
keluh kesah saya pada setiap permasalahan saya hadapi setiap harinya,
termasuk ketika saya mulai mengeluh tidak betah dikantor sebagai pegawai
sekian tahun, atau ketika saya menghadapi badai kemelut usia yang yang
sudah berkepala tiga, apa kata Mimi
"Faris,
Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan seseorang
atau Allah lebih tahu apa yang terbaik bagimu, sedangkan kamu tidak".
Subhanallah ! Mimi, contoh kekuatan wanita muslimah, ada disana.
Dan
jika saya sudah menyerah kalah pada permasalahan bertubi-tubi dalam
hidup saya, maka Mimi membawa saya menuju pintu rumah mungilnya, didepan
pintunya, saya melihat kepulasan tidur anak-anaknya di ruang tamu yang
ia jadikan ruang tidur, sedangkan kamar tidur ia jadikan dapur untuk
memasak, (sungguh rumah yang mungil) mereka berjejal pada tempat tidur
susun yang reyot, dan juga tempat tidur gulung kecil dibawahnya, tempat
si sulungnya tidur, kemudian katanya, "Lihatlah Ris, betapa berat
menjalani hidup seorang diri, tanpa bantuan bahu yang lain, kalau tidak
terpaksa karena nasib, enggan aku menajalaninya, Ris, sedang kamu,
bersyukurlah kamu, masih memiliki masa depan yang panjang ".
Duh,
gusti betapa baik hati Mimi ini, betapa malu saya dihadapannya, cobaan
saya, tentu jauh lebih ringan dibanding dirinya, tapi betapa saya jarang
bersyukur, sering mengeluh, dan sering merasa kurang.
"Stupid
mind in the Stupid ordinary " Yang jelas watak Mimi dan kekuatannya
menumbuhkan satu prinsip dihati saya bahwa " Karena aku adalah lelaki,
aku harus kuat dan tegar lebih dari wanita ini dalam menghadapi badai
sekeras apapun, jika mungkin jauh lebih kuat dan tegar demi
tangan-tangan mungil yang mungkin akan menjadi tangan-tangan perkasa
yang siap mencengkram dunia, Insyaallah Amien"
Singkat
cerita, saya pun berhenti dari pekerjaan yang lama, sekarang saya
bekerja lebih mapan dari yang dulu. Karena setiap pulang kerja saya
melintas didepan rumah Mimi, dan terus memperhatikan ketegarannya,
akhirnya Allah menumbuhkan kembali cinta dihatiku. Sampai suatu saat aku
pun melamarnya agar hubungan kami dihalalkan oleh syari’at. Mimi hanya
bisa menunduk malu dan tersenyum melihat anak-anaknya yang akan memiliki
ayah yang baru. Dalam hati, Mimi bertakbir dan bertahmid melihat
kekuasaan Allah..
Allahu Akbar….
Sekian….Terima kasih,,,
Salam,
Sumber : http://dumaidownload.blogspot.com